25 Desember 2007

Piala Dunia 1978

Kembalinya Piala Dunia ke Amerika Selatan, setelah 16 tahun, justru diwarnai kekhawatiran. Tim-tim finalis menjelang Piala Dunia ke-11 di Argentina mengancam boikot sebagai protes terhadap rezim militer Argentina yang dipimpin Jorge Rafel Videla, yang dituduh melakukan banyak pelanggaran hak asasi manusia.

Kekhawatiran juga mencuat lantaran reputasi "menghalalkan segala cara" Argentina. Pemain tuan rumah--saat itu--dikenal suka bermain kasar, memancing kerusuhan, dan menteror wasit untuk meraih kemenangan. Jika ancaman boikot tak terbukti, tidak demikian halnya dengan yang kedua.

Pada pertandingan pertama, Argentina yang berada di grup 1 menang 2-1 atas Hungaria. Tapi pertandingan ini diwarnai dua kartu merah untuk Hungaria, Andras Torocsik (pada menit ke-82) dan Tibor Nyilasi (89).

Pada partai berikut, keanehan kembali terjadi saat Argentina menghadapi Prancis yang kembali tampil setelah 12 tahun absen. Wasit Jean Dubach dari Swiss, entah kenapa, memberikan penalti bagi Argentina, sedangkan pelanggaran tim tuan rumah sama sekali tak dipedulikan. Prancis dengan Michel Platini tak bisa berbuat banyak, Prancis kalah 1-2.

Meski kalah 0-1 dari Italia dalam pertandingan terakhir, Argentina lolos sebagai runner-up grup. Pada putaran kedua mereka bergabung di grup B bersama Brasil, Polandia, dan Peru.

Di sinilah keanehan "terbesar" itu terjadi. Setelah menjalani dua pertandingan dan menyisakan satu laga terakhir, Argentina dan Brasil memiliki nilai sama, 4.
Brasil harus memainkan pertandingan lebih dulu dan menang 3-1 atas Polandia.

Partai Argentina dan Peru dilangsungkan tiga jam kemudian. Dengan kemenangan Brasil, tuan rumah harus mengalahkan Peru setidaknya empat gol. Hasilnya mencengangkan, Argentina melesakkan enam gol tanpa balas! Tim Tango lolos karena unggul selisih dua gol (8-0) atas Brasil (6-1).

Hasil yang mengernyitkan dahi banyak orang. Media Brasil bahkan menulis, "Kalaupun Brasil menang 50-2, Argentina pasti unggul 52-0."

Semua tim unggulan tak mendapat kesulitan pada putaran pertama, kecuali Belanda.

Tampil tanpa sang maestro, Johan Cruyff, yang menolak hadir di Argentina, Belanda harus bekerja keras. Tapi pada putaran kedua yang dipimpin Robbie Rensenbrink, Belanda membuktikan diri pantas lolos ke final.

Austria digilas 5-1, mengalahkan Italia 2-1, dan imbang dengan juara bertahan Jerman 2-2. Tim Oranye lolos ke final untuk kedua kalinya berturut-turut.

Solidnya total football yang dimainkan tim Oranye digagalkan satu orang, Mario Kempes. Pemain berkostum biru putih dengan nomor punggung 10 ini memulai turnamen dengan biasa-biasa saja.

Tapi di hadapan 71.483 penonton yang memadati Stadion River Plate, Buenos Aires, 25 Juni 1978, Kempes menjadi pahlawan.

Jika empat tahun lalu, di Jerman 1974, kedua tim bertemu dalam putaran kedua dan Argentina tumbang 0-4, tapi kali ini yang terjadi sebaliknya.

Mario Kempes membuka gol pada menit ke-38 setelah tendangan kaki kirinya tak mampu dihalau kiper Belanda, Jan Jongbloed. Tertinggal satu gol membuat Belanda yang tampil tanpa Cruyff balik menyerang.

Satu peluang sempat didapatkan Belanda lewat Johann Neeskens, tapi tendangannya masih bisa dihalau kiper Argentina, Ubaldo Fillol. Belanda akhirnya menyamakan kedudukan lewat Dick Naninnga delapan menit menjelang waktu normal 90 menit usai.

Pertandingan pun harus dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Di sinilah Kempes menunjukkan kepiawaiannya. Setelah melewati hadangan tiga pemain belakang Belanda, Kempes mencetak gol keenamnya di turnamen ini pada menit ke-105 sekaligus menjadikannya top scorer dengan enam gol.

Kegembiraan pendukung tuan rumah semakin menjadi saat Daniel Bertoni memastikan kemenangan berkat golnya pada menit ke-116. Argentina menang 3-1. Kapten Daniel Passarella mengangkat trofi yang pertama kali bagi tim Tango.

0 Comments: