28 Desember 2007

Si Tangan Tuhan" Maradona

PIALA Dunia 1986 di Meksiko menjadi saksi sejarah kemunculan legenda sepak bola dunia asal Argentina, Diego Armando Maradona. Bahkan, pemain bernomor 10 itu disebut-sebut melebihi kemampuan seorang Pele dari Brasil.

Maradona tampil sebagai inspirator "Tim Tango" untuk merebut Piala Dunia 1986 setelah mengalahkan Jerman 3-2 lewat final dramatis di Stadion Azteca Estadio Meksiko City. Namun, kecemerlangan skill individunya itu sempat ternoda dengan gol "Tangan Tuhannya" ke gawang Inggris pada babak perempat final.

Maradona dengan cerdik menggunakan tangan kirinya seakan-akan menanduk bola untuk mengecoh Kiper Peter Shilton. Namun, Maradona menunjukkan kualitasnya saat mencetak gol kedua. bahkan gol tersebut disebut-sebut sebagai "Gol Abad Ini", saat ia membawa bola dari setengah lapangan dan melewati lima pemain Inggris untuk mencetak gol kedua. Argentina memenangkan pertandingan itu dengan skor 2-1 dan Inggris harus angkat koper dari Meksiko.

Tim lainnya yang tampil luar biasa pada piala dunia tersebut adalah Prancis. Les Bleus menunjukkan kualitasnya sebagai tim terbaik di Eropa dengan menyingkirkan Italia pada putaran kedua dengan skor 2-0 untuk selanjutnya bertemu Brasil di Guadalajara. Pertandingan itu disebut-sebut sebagai pertarungan terbaik sepanjang masa.

Jerman, tampil pada babak final untuk kelima kalinya. Namun, mereka kembali mengalami kegagalan setelah empat tahun sebelumnya mereka menyarah dari Italia berkat hattrick Paolo Rossi. Pada final 1986, mereka harus mengakui ketangguhan Argentina 3-2.

Argentina memimpin lebih dahulu 2-0 lewat gol Brown dan Valdano. Namun, Jerman bisa membalas lewat gol Rummenigge dan Voller untukmenyamakan kedudukan. Tujuh menit sebelum pertandingan usai, Burruchaga menjadi pahlawan Argentina lewat golnya untuk memastikan gelar Piala Dunia kedua bagi Argentina.

Gelar Argentina semakin lengkap setelah Maradona terpilih sebagai Pemain Terbaik Piala Dunia 1986. Sementara itu, striker Inggris meraih sepatu emas setelah menjadi pencetak gol terbanyak dengan enam gol.

Penyelenggaraan Piala Dunia di Meksiko sebenarnya merupakan pemindahan dari Kolombia. Pemerintah Kolombia pada 1982 menyatakan ketidaksiapannya menggelar piala dunia sehingga Meksiko dipilih pada pertemuan FIFA di Stockholm pada 20 Mei 1983 mengungguli Kanada dan AS.

Bagi Meksiko, penyelenggaraan itu yang kedua kalinya, sebelumnya mereka menjadi tuan rumah pada 1970.

26 Desember 2007

Ruud Gullit

Mantan pemain terbaik Eropa Ruud Gullit terpilih menggantikan Frank Yallop sebagai pelatih tim sepak bola Los Angeles Galaxy.

Mantan pemain Belanda yang kini berusia 45 itu, sebelumnya pernah melatih Chelsea, Newcastle United, dan Feyenoord, akan dikenalkan dalam temu pers di Home Depot Center, Jumat, demikian pernyataan dari klub peserta kompetisi sepak bola Amerika, Major League Soccer (MLS) itu, Jumat.

Pemilihan Gullit itu membuat klub itu menjadi salah satu klub paling bergengsi di AS, setelah sebelumnya mantan kapten tim Inggris, David Beckham, bergabung dengan klub itu Juli dengan masa kontrak lima tahun.

Gullit dikontrak tiga tahun, seperti diberitakan media lokal.

Pemain Terbaik Eropa 1987 itu, merupakan pemain flamboyan Belanda yang merupakan salah satu mitos dalam "total football" dengan berbagai kemampuannya bermain di berbagai posisi di lapangan.

Piala Eropa

Ia bergabung dengan AC Milan pada 1987 dengan nilai kontrak terbesar dunia USD8,4 juta dan besama rekannya Frank Rijkaard dan Marco van Basten, mendukung klub Italia itu menjuarai Piala Eropa 1989 dan 1990.

Gullit bermain di Sampdoria dan Chelsea pada akhir karirnya sebelum menjadi pelatih Chelsea, Newcastle United, dan Feyenoord. Ia bekerja sebagai analis sepak bola di televisi sejak 2006.

Ia mengenalkan istilah sexy football ketika memberikan komentar di BBC sepanjang Kejuaraan Eropa 1996 di Inggris.

Senin lalu, Presiden Galaxy dan Manajer Umum Alexi Lalas mengatakan kepada wartawan bahwa klubnya sedang mencari pelatih yang sexy.

"Kami mencari pelatih yang tidak saja membawa pengaruh kepada Galaxy tetapi juga kepada jalannya kompetisi di negara ini, seperti yang kita harapkan dapat dilakukan David Beckham," kata Lalas.

Galaxy melepaskan pelatih Yallop, Senin, dan mantan pemain internasional Kanada itu akan melatih tim San Jose Earthquakes.

Di bawah komando Yallop, Galaxy gagal maju ke putaran playoff dalam dua musim ini.

Berikut ini biodata Ruud Gullit:

Lahir: 1 September 1962 di Amsterdam

* Dikontrak klub Belanda, Meerboys, sebagai pemain junior pada 1970 sebelum bergabung dengan Haarlem in 1978.

* Membuat debut untuk tim Belanda melawan Swiss pada 1981 ketika berusia 19 tahun. Pindah ke Feyenoord tahun berikutnya sebelum ditransfer PSV Eindhoven pada 1985 senilai 610.000 dolar.

* Dikontrak AC Milan, yang kemudian merupakan rekor termahal dunia, sebesar 8,4 juta pada 1987. Dengan permainan memukau di lini tengah, ia terpilih sebagai Pemain Terbaik Eropa.

* Mendukung Milan menjuarai kompetisi Liga Italia 1988 dan juga sebagai kapten timnas Belanda ke Kejuaraan Eropa tahun itu, setelah mencetak angka 2-0 di final lawan Uni Soviet.

* Memenangi gelar juara Italia ketiga kalinya bersama Milan pada 1993 sebelum bergabung dengan Sampdoria. Kembali ke gelanggang internasional melawan Skotlandia tahun berikutnya tetapi keluar dari markas latihan Piala Dunia setelah berseteru dengan pihak manajemen tiga minggu sebelum babak final. Mengakhiri karir internasional dengan 16 gol dam 66 penampilannya.

* Setelah mengalami masa sulit dengan Milan dan Sampdoria, ia bergabung dengan Chelsea pada 1995 untuk masa dua tahun sebelum tampil sebagai pemain-manajer dalam klub Liga Utama Inggris itu tahun berikutnya.

* Membawa Chelsea ke final Piala FA 1997 dan klub London itu meraih gelar juara pertama mereka dalam pertandingan besar selama 26 tahun, setelah mengalahkan Middlesbrough 2-0 di Wembley. Didepak Chelsea pada Pebruari 1998.

* Mengambil alih posisi Kenny Dalglish sebagai pelatih Newcastle

United pada Agustus 1998 tetapi menarik diri 12 bulan setelah itu karena mengalami awal memprihatinkan pada musim itu.

* Setelah empat tahun tidak tampil, ia dipilih sebagai pelatih tim usia di bawah 19 tahun Belanda pada Agustus 2003 dan membawa tim itu ke babak final Kejuaraan Eropa. Tahun berikutnya ia melatih Feyenoord, membawa tim itu ke tangga keempat kompetisi divisi satu Belanda sebelum mengundurkan diri pada Mei 2005.

* Bekerja sebagai analis sepakbola pada televisi sepanjang 2006 dan 2007 sebelum akhirnya dipilih sebagai pelatih Los Angeles Galaxy pada 8 November. (Ant/OL-1)

Rinus Michels Telah Tiada


Amsterdam, Kamis - Sepak bola Belanda khususnya dan dunia umumnya kehilangan salah satu "anak emasnya", Rinus Michels, yang terkenal sebagai pencetus total football di era tahun 1970-an bersama klub Ajax Amsterdam dan tim nasional Belanda. Michels meninggal dalam usia 77 tahun, Kamis (3/3).

Keterangan resmi atas meninggalnya Michels dikeluarkan Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB) hari Kamis (3/3). Menurut pihak KNVB, Michels yang dijuluki "Sang Jenderal" meninggal dunia pukul 04.00 GMT di sebuah rumah sakit di Brussels, Belgia, setelah menjalani operasi jantung.

Legenda sepak bola

Dunia sepak bola tidak saja akan mengenang Michels sebagai pencetus total football, tetapi lebih dari itu nama almarhum bakal tercatat sebagai legenda sepak bola dunia.

Lewat total football, setiap insan sepak bola, baik yang terlibat langsung di dalam maupun luar lapangan sama-sama menikmati indahnya sebuah permainan. Mereka yang terlibat secara langsung maupun tidak dengan total football, secara otomatis mengeluarkan imajinasi dan kreativitasnya. Di sanalah, kekuatan dan keindahan total football yang begitu memikat.

Tidak heran kalau di tahun 1999, Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) memilihnya sebagai Pelatih Abad ini

"Dia (Michels) akan dikenang sebagai salah satu pelatih terbaik yang pernah dimiliki Belanda, bahkan mungkin dunia," kata juru bicara KNVB, Frank Huizinga.

"Dia adalah orang yang bersama Johan Cruyff mengangkat sepak bola Belanda sejajar dengan tim-tim besar dunia lainnya," sambung Menteri Kesehatan, Kesejahteraan dan Olahraga Belanda, Clemence Ross-van Dorp.

Lahir di Amsterdam, 9 Februari 1928, dengan nama lengkap Marinus Hendrikus Jacobus Michels, dan memulai karier sepak bolanya bersama Ajax Amsterdam di usia 18 tahun. Pada partai perdananya melawan ADO of the Hague, Michels mencetak lima dari delapan gol Ajax untuk menghancurkan lawannya dengan skor telak, 8-3.

Dalam kariernya sebagai pelatih, Michels telah menghadirkan sejumlah gelar baik di kancah antarklub maupun tingkat tim nasional.

Bersama, Ajax Amsterdam, Michels membawa klub kebanggaan Belanda itu juara Liga Champions pertama kali tahun 1971 dengan mengalahkan kesebelasan Panathinaikos (Yunani) di final di Stadion Wembley, Inggris.

Di tingkat tim nasional, kenangan paling manis baginya terjadi ketika membawa Belanda untuk pertama kali juara Piala Eropa dengan mengalahkan Uni Soviet (kini Rusia), 2-0 tahun 1988 di Jerman.

Sebelum sampai di final Belanda bahkan melakukan revans atas tuan rumah Jerman 2-1. Kemenangan atas Jerman itu merupakan balasan atas kekalahan Belanda di final Piala Dunia 1974.

Piala Dunia diTonton 30 Milyar Orang

Piala Dunia 2006 di Jerman akan ditonton 30 milyar orang lebih penduduk bumi. Final yang berlangsung di Stadion Olympia, Berlin, Senin (10/7), meningkat 51 persen melebihi jumlah penonton Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang.

“ Kami perkirakan pemirsa TV yang akan menonton final melebihi 30 milyar orang, “ Kata salah satu direktur Televisi. Jumlah itu memecahkan rekor penonton acara olahraga di manapun.

Uniknya lagi, kali ini di kalangan pemirsa perempuan meningkat 40 persen. Hasil riset Infront, perusahaan yang ditunjuk langsung FIFA, khusus menjual hak siar kepada stasiun-tasiun televisi di seluruh dunia.

Bayangkan saja ketika Brasil membuka dua laganya penonton menyemut sampai 60,5 juta orang. Stasiun-stasiun Televisi di Brasil ,yang diuntungkan, mereka mendapatkan 90 persen iklannya dari pesta sepak bola akbar ini. Ini hanya di wilayah Brasil, Amerika Tengah sana bagaimana di wilayah yang lain.

Zidane Pemain Terbaik Piala Dunia 2006

Membawa nikmat. Meski Zinedine Zidane, kapten Prancis mengakhiri karirnya dengan buruk tapi gelandang Real Madrid itu terpilih sebagai pemain terbaik Piala Dunia 2006 versi para wartawan peliput Jerman.

Pemain yang menanduk dada Marco Materazzi, bek Italia itu memperoleh nilai 2,012. Zizou panggilan akrabnya menyisihkan kapten Gli Azzuri, Fabio Cannavaro yang duduk di tempat kedua dengan nilai 1977.

Gelandang elegan Italia, Andrea Pirlo mendapat kado istimewa di peringkat ketiga. Pemain berambut pirang itu mendapat nilai 715.

Dalam laga final semalam Italia membungkam musuh abadainya Prancis setelah dari drama adu penalti, 5-3. Sebelumnya kedua tm bermain imbang 1-1 yang memaksakan adu penalti.

Zidane mencetak tiga gol di pesta sepak bola dunia ini. Pemain yang mengawali karirnya bersama Cannes itu telah mencetak tiga gol dari enam partai Prancis di Jerman

Zinedine Zidane Sang Maestro

ZINEDINE ZIDANE

Terlepas dari juara atau tidak Prancis dalam partai final dini hari tadi, nama Zinedine Zidane lebih dari sekadar pantas dinobatkan sebagai pemain terbaik di Piala Dunia 2006.

Bukan hanya karena gelandang elegan Prancis ini akan pensiun sebagai pemain sepak bola seusai final, tapi perjalanan dan peranan pentingnya di Les Bleus.

"Dia salah satu pemain yang membuat kita layak membeli tiket dan menyaksikan penampilannya," kata gelandang Italia, Gennaro Gattuso.

Zidane seolah mendapat kekuatan baru di Jerman. Pemain berusia 34 tahun ini ternyata masih cemerlang dan menghapuskan penilaian orang tentang dirinya yang sudah habis. Setelah mengantar Prancis juara di Piala Dunia 1998 dan Euro 2000, Zidane dianggap tak lagi bakal mampu berprestasi.

Ia gagal memberikan hasil terbaik bagi Prancis baik di Piala Dunia 2002 dan Euro 2004, pada saat Prancis datang dengan status juara bertahan. Seusai Euro 2004, Zidane menyatakan pensiun. Tapi buruknya penampilan Prancis di kualifikasi membuat Zidane memutuskan turun gunung.

"Suatu malam, sekitar pukul tiga pagi, saya terbangun dan berbicara dengan seseorang. Saya tak pernah bercerita kepada siapa pun, bahkan kepada istri saya," kata Zidane tanpa mengungkapkan lawan bicaranya. "Saya akhirnya sadar saya harus kembali dari keputusan pensiun saya."

Kembalinya Zidane terbukti ampuh. Prancis lolos ke Jerman. Tapi, menjelang putaran final, Zidane lagi-lagi diragukan. Apalagi kalau bukan penampilan buruk timnya Real Madrid di Liga Spanyol ataupun Liga Champions.

Namun, lagi-lagi Zidane membuktikan semua anggapan tentang dirinya salah besar. Dua penampilan "biasa" dan kartu kuning membuat Zidane harus absen di pertandingan terakhir Grup G menghadapi Togo. Zidane hanya bisa menyaksikan rekan-rekannya menang 2-0 pada hari ketika ia merayakan ulang tahunnya yang ke-34.

Menghadapi Spanyol di babak 16 besar, Zizou--panggilan Zidane--kembali bermain. Satu gol ia ciptaan. Prancis menang 3-1 sekaligus menjadi titik balik penampilan Les Blues di Piala Dunia kali ini.

"Pensiun? Saya minta maaf kepada mereka (Spanyol), setelah pertandingan ini saya belum akan pensiun, masih ada perjalanan lain," kata Zidane saat itu.

Pertemuan dengan Brasil di semifinal mau tak mau mengingatkan partai final Piala Dunia 1998. Sihir dan sentuhan Zidane kembali terbukti. Satu umpan matangnya kepada Thierry Henry memulangkan sang juara bertahan.

Kematangan lagi-lagi ditunjukkan Zidane saat mengalahkan Portugal 1-0 di semifinal. Hanya selangkah dari titik putih, ia menaklukkan kiper Ricardo Pereira, yang sebelumnya sukses menahan tiga tendangan pemain Inggris di perempat final. Ini merupakan gol ke-30 Zidane di 107 kali penampilannya.

Satu penampilan terakhir tadi malam sekaligus menjadi pertandingan perpisahan. "Dia sangat berarti bagi rakyat Prancis," kata Raymond Domenech pelatih Prancis. "Dia memberikan kegembiraan bagi rakyat Prancis dan ia mampu melakukannya selama sepuluh tahun. Semoga, hari Minggu ini, ia kembali memberikan satu kegembiraan terakhir.

Tim Impian Dunia

KALAU harus memilih sebelas pemain terbaik dunia di posisi masing-masing, siapa yang layak dipilih? Tempo meminjam pendapat tiga pa-kar sepak bola untuk menjawab pertanyaan tadi. Ini pendapat mereka.

Kehebatan Zinedine Zidane masih di-akui bekas pemain nasional Indonesia Andjas Asmara, bekas pelatih nasional Sinyo Aliandoe, dan Rachmad Darma-wan. Ketiganya tidak ragu memilih pemain klub Real Madrid ini sebagai pemain tengah yang harus masuk Tim Impian Dunia.

Kendati mereka semua memuji kepia-waian Zidane, hanya Andjas—mantan pemain nasional Pra-Olimpiade 1976—yang menyatakan pemain berdarah Aljazair itu layak mendapat predikat pemain terbaik Piala Dunia 2006. Si-nyo yang mantan pelatih tim nasional le-bih memilih gelandang Argentina Juan Requelme. Sedangkan pelatih Persija Rachmad Darmawan memilih pemain sayap kiri Prancis, Franck Ribéry.

Sebagai pendamping Zidane di lapangan tengah, Andjas dan Rachmad sama-sama akan menempatkan Cristiano Ronaldo (Portugal). Rachmad tidak lupa memberikan posisi kepada pemain terbaiknya Franck Ribéry di sa-yap kiri. Sedangkan Andjas lebih me-milih Requelme. Adapun Sinyo cende-rung memilih David Beckham (Inggris) dan Ro-naldinho (Brasil).

Untuk lini belakang, ketiganya mem-per-cayakan posisi stoper kepada Fabio Cannavaro (Italia). Philipp Lahm (Jerman) menjadi pilihan Anjas dan Rachmad untuk mendampingi Cannavaro. Sedangkan Sinyo lebih suka Roberto Carlos (Brasil).

Ricardo (Portugal) layak mengisi posisi penjaga gawang. Kendati dalam pertandingan terakhir gagal mena-han tendangan penalti Zidane, ia tetap mampu membaca arah tendangan itu. Di perempat final, Ricardo telah memperlihatkan ketangguhannya membendung tembakan keras pemain Ing-gris seperti Frank Lampard, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher.

Baik Sinyo, Rachmad, maupun An-djas memiliki pilihan berbeda u-ntuk posisi striker. Sinyo terpikat ke-pada Lukas Podolski (Jerman), Rachmad memilih Miroslav Klose (Jerman), sedangkan Andjas jatuh hati kepada Lionel Messi meskipun pemain Argentina itu jarang diturunkan.

Rachmad punya alasan memilih Klose. Penyerang berusia 28 tahun itu mengoleksi gol terbanyak dengan lima gol. Namun peranan Klose dalam tim masih kalah menonjol dibanding Lukas Podolski. Selain memiliki nalu-ri mencetak gol, Podolski juga sering melakukan manuver berbahaya di depan gawang lawan.

Karakter Podolski yang agresif akan semakin mengancam lawan jika di-sandingkan dengan penyerang Pr-ancis, T-hierry Henry. Duet kedua pemain ini menjadi ujung tombak yang bakal membuat nyali pemain belakang lawan meng-keret.

Terima Kasih Rimet

kasihlah kepada Jules Rimet, entah bagaimana caranya. Berkat ide pria Prancis itulah ajang olahraga terbesar di dunia ini lahir.

Tanpa ide cemerlang pria kelahiran Theuley-les-Lavoncourt (24 Oktober 1873) itu, kita tak akan pernah menikmati Piala Dunia ke-18 kalinya di Jerman bulan depan.

Rimet adalah orang yang pertama kali mencetuskan dilangsungkannya turnamen sepak bola antarnegara di seluruh dunia.

Selepas sekolah menengah, Rimet memutuskan memilih Paris untuk melanjutkan studinya di ilmu hukum. Namun, di ibu kota Prancis itu pulalah kecintaan Rimet pada sepak bola berkembang. Pada Maret 1897, ia dan beberapa rekannya mendirikan klub sepak bola Red Star, yang masih eksis hingga saat ini.

Dedikasi dan pengaruh Rimet pada sepak bola Prancis semakin kuat saat ia berhasil mempersatukan federasi-federasi sepak bola Prancis ke dalam satu wadah: Federation Francaise de Football (FFF) atau Federasi Sepak Bola Prancis pada 1910.

Pada awalnya tak ada yang kenal siapa Rimet hingga kongres FIFA--Badan Sepak Bola Dunia yang berdiri pada 1904--di Christiania pada 1914 ia mewakili FFF. Di sinilah Rimet melontarkan ide. "Melihat pelaksanaan (sepak bola) di olimpiade yang sesuai dengan peraturan FIFA, sebaiknya FIFA melaksanakan turnamen sendiri. Jika sepak bola terikat dengan olimpiade, itu hanya akan seperti turnamen dunia amatir," kata Rimet.

Langkah Rimet semakin terbuka saat ia ditunjuk menjadi presiden FIFA ketiga pada 1 Maret 1921. Pada kongres FIFA di Amsterdam, 28 Mei 1928, Rimet bersama rekan senegaranya yang juga Sekretaris Jenderal FFF, Henry Delauney, mulai melaksanakan kampanye untuk melaksanakan turnamen yang mempertemukan negara-negara sepak bola seluruh dunia.

Ide yang mendapat sambutan luar biasa dari anggota FIFA dan memutuskan penyelenggaraan pertama dilangsungkan pada 1930. Hungaria, Italia, Belanda, Spanyol, dan Swedia mengajukan diri sebagai tuan rumah.

Namun, Uruguay lebih difavoritkan sebagai tuan rumah pertama karena beberapa alasan. Uruguay merupakan peraih dua medali emas olimpiade (1924 dan 1928) serta akan merayakan 100 tahun kemerdekaannya.

Pada kongres FIFA di Luksemburg 1946, sebagai bentuk penghargaan, nama Rimet diabadikan menjadi trofi Piala Dunia pertama yang diciptakan Abel Lefluer.

Selama 33 tahun di bawah kepemimpinan Rimet, FIFA tumbuh menjadi organisasi besar. Saat Piala Dunia 1954 di Lausanne Swiss--Piala Dunia terakhir yang dibuka Rimet--FIFA telah beranggotakan 85 negara.

Tanggal 21 Juni pada tahun yang sama, dalam kongres di Bern, Rimet mengundurkan diri dan menjadi Presiden Kehormatan FIFA yang pertama. Setahun kemudian ia menerima penghargaan Nobel La Paz atas jasa-jasanya mengembangkan sepak bola dan perdamaian. Rimet meninggal dunia pada 16 Oktober 1956 di Paris.
Kini, 76 tahun setelah Piala Dunia pertama di Uruguay, 70 negara sudah ikut serta. Beberapa sudah berganti nama, beberapa bahkan sudah tidak ada. FIFA kini beranggotakan 205 negara, lebih banyak dibanding anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa!

Rimet memang sudah tiada. Namun, berkat jasanya, Piala Dunia--yang tahun ini diselenggarakan di Jerman untuk yang ke-18 kalinya--menjadi bagian dari kehidupan sepak bola, juga dunia.

Sirnanya Partai Pembuka

Gol Bunuh Diri Tercepat

Bola tendangan bebas melengkung khas kapten Inggris David Beckham itu meluncur deras ke arah gawang Paraguay. Di dalam kotak penalti, bola sempat menyerempet kepala kapten tim Paraguay, Carlos Gamarra, 35 tahun. Sial. Si kulit bundar malah melesat dan bersarang di gawang skuad La Arbirroja alias Putih Merah. Ini satu-satunya gol di pertandingan itu.

Kejadian ketika pertandingan baru berjalan tiga menit itu sungguh menyesakkan para pemain Paraguay. Apalagi pertandingan selanjutnya berlangsung seru dan berimbang. Bahkan pemain-pemain Paraguay beberapa kali balas mengancam gawang Three Lions. Namun, skor 1-0 tetap bertahan hingga akhir pertandingan.

Usai pertandingan, komisi teknis FIFA sempat membahas pemberian kredit gol itu kepada Beckham, apalagi Gamarra mengaku sundulannya tidak mengubah arah bola. Tapi, setelah memutar ulang rekaman gol itu, FIFA menyatakan pemain klub Palmeiras, Brasil, itu sebagai ”pencetak gol” karena bola jelas-jelas berubah arah. Gol itu terukir sebagai gol bunuh diri tercepat dalam sejarah Piala Dunia.

Keteledoran Gamarra membuat rekor yang dipegang selama 40 tahun oleh pemain Bulgaria, Ivan Vutzov, pecah. Ketika timnya dikalahkan Portugal 0-3 pada putaran pertama Piala Dunia 1966, Vutzov melesakkan bola ke gawang sendiri di menit ketujuh.

Svenn Jakobson asal Swedia juga termasuk pemain yang membuat gol bunuh diri tercepat. Ia melakukan kesalahan fatal pada menit ke-19, membuat tim Blagult alias Biru Emas kalah 1-5 dari Hungaria di semifinal Piala Dunia 1938.

Gol bunuh diri Gamarra menorehkan catatan lain. Pertandingan antara Inggris dan Paraguay merupakan satu-satunya laga yang hanya menghasilkan gol bunuh diri. Untuk pertama kali, gol bunuh diri menjadi penentu kemenangan sebuah tim.

Sedangkan Andres Escobar dari Kolombia menjadi pemain pertama yang tewas ditembak suporter sendiri gara-gara membuat gol bunuh diri. Kejadian pilu itu terjadi usai Piala Dunia 1994, di mana timnya kalah dari Amerika Serikat 1-2, salah satunya lantaran gol bunuh dirinya.


Kartu Kuning Tercepat

Senin pekan lalu menjadi hari buruk dalam karier sepak bola Oguchi Onyewu. Pemain belakang 24 tahun asal Amerika Serikat itu menerima kartu kuning saat pertandingan baru berjalan lima menit. Penyebabnya adalah ia mengganjal keras bintang Ceska, Pavel Nedved. Onyewu, yang kini bermain di Standard Liege, Belgia, menjadi penerima kartu tercepat dalam Piala Dunia kali ini. Sedangkan timnya bertekuk lutut 0-3 atas Ceska.

Dalam sejarah Piala Dunia, dua wasit asal Prancis, Michel Vautrot dan Joel Quiniou, tercatat pernah mengeluarkan kartu kuning ketika pertandingan baru berjalan satu menit. Vautrot memberikan kartu kuning kepada pemain tengah Italia, Giampiero Marini, ketika tim negeri pizza itu menghadapi Polandia di partai pembuka Grup A Piala Dunia Spanyol 1982. Pertandingan sendiri berakhir imbang tanpa gol.

Adapun Quiniou memberikan kartu kuning kepada pemain belakang Rusia, Sergei Gorlukovich. Ketika itu Rusia berlaga melawan Swedia di Piala Dunia Amerika Serikat 1994. Rusia akhirnya kalah 1-3 dan tersingkir di penyisihan Grup B.

Kartu kuning dan kartu merah pertama kali diperkenalkan pada Piala Dunia 1970 di Meksiko. Sebelumnya, wasit hanya memberi peringatan lisan kepada pemain. Pemain pertama yang menerima kartu kuning adalah Evgeny Lovchev ketika timnya, Uni Soviet, menahan imbang tuan rumah 0-0 di partai pembukaan turnamen. Wasit yang memberi kartu kuning kepada Lovchev di menit ke-40 adalah Kurt Tschenscher asal Jerman Barat.


Kartu Merah Tercepat

Pertandingan babak kedua belum berjalan satu menit, tapi Avery John, 31 tahun, dari Trinidad dan Tobago mesti menerima kenyataan pahit. Pemain klub New England Revolution, AS, itu mendapat kartu merah pada pertandingan perdananya di Piala Dunia. John harus meninggalkan lapangan. Kartu merah itu merupakan akumulasi dua kartu kuning yang ia terima dari wasit asal Singapura, Shamsul Maidin, yang memimpin pertandingan negaranya melawan Swedia.

John menjadi pemain pertama sekaligus tercepat yang mendapat hukuman kartu merah pada Piala Dunia Jerman 2006. Tapi, ”rekor” yang dibuat John masih jauh dibanding peristiwa yang menimpa Jose Batista 20 tahun silam.

Pemain belakang Uruguay itu menerima kartu merah ketika pertandingan belum genap satu menit berjalan, yaitu pada detik ke-56. Ketika itu timnya menghadapi Skotlandia di Piala Dunia Meksiko 1986.

Sejak diperkenalkan pada Piala Dunia 1970, pemain pertama yang mendapat kartu maut itu adalah Carlos Caszely dari Cile pada Piala Dunia 1974 di Jerman Barat. Saat itu timnya menghadapi tuan rumah. Wasit yang memberi kartu merah pertama itu adalah Babacan dari Turki. Sampai peluit panjang berbunyi, Jerman Barat unggul 1-0.

Hukuman berupa pengusiran pemain telah berlangsung sejak Piala Dunia Uruguay 1930, kendati ketika itu belum ada kartu merah. Adalah kapten Peru, Mario de Las Casas, yang pertama kali dikeluarkan wasit saat timnya berhadapan dengan Rumania.

Adapun pemain yang paling banyak menerima kartu merah adalah Rigobert Song dari Kamerun. Ia menerima masing-masing satu kartu merah pada Piala Dunia 1994 dan 1998.


Keputusan Kontroversial

Selain diwarnai polah para pemain, Piala Dunia sepak bola galibnya juga dibumbui pro-kontra atas keputusan wasit. Di pertandingan-pertandingan penyisihan pekan lalu, tercatat ada dua keputusan wasit yang dinilai kontroversial.

Wasit Horacio Marcelo Elizondo dari Argentina mengesahkan gol kedua Paulo Wanchope, 29 tahun, dari Kosta Rika ke gawang Jerman. Padahal Wanchope terlihat dalam posisi offside. Sedangkan wasit Frank De Bleeckere dari Belgia hanya diam saja ketika kiper Pantai Gading, Jean-Jacques Tizié, menangkap bola yang sudah melewati garis gawang.

Pada masa lalu, wasit asal Meksiko, Edgardo Cosdesal Mendez, menghadiahkan tendangan penalti bagi Jerman saat melawan Argentina di partai puncak Piala Dunia 1990. Padahal dalam siaran ulang terlihat jelas bahwa pemain depan Jerman, Rudy Voeller, pura-pura jatuh ketika bola disapu bersih pemain belakang Argentina. Gol hasil penalti itu merampas gelar juara dari Diego Maradona dan kawan-kawan.

Empat tahun sebelumnya, justru Maradona yang menjadi aktor kontroversial sejagat ketika mencetak gol pertama melawan Inggris. Jelas terlihat bahwa Maradona, yang cuma setinggi 168 sentimeter, menggunakan tangannya di hadapan kiper Inggris Peter Shilton.

Toh, wasit asal Tunisia, Ali Bennaceur, mengesahkan gol yang dikenal sebagai gol ”tangan Tuhan” tersebut. ”Itu gol yang paling saya nikmati,” kata Maradona seusai pertandingan. Gara-gara gol itu pula, Inggris kalah 1-2 dan gagal melangkah ke semifinal.

Dua dekade sebelum kasus Maradona, Inggris yang diuntungkan keputusan wasit di final Piala Dunia 1966. Ketika kedudukan 2-2, tembakan penyerang Inggris, Geoffrey Hurst, menghantam mistar dan jatuh ke rumput di depan gawang Jerman Barat.

Wasit asal Swiss, Gottfried Dienst, memutuskan gol. Tapi, dalam rekaman, tidak jelas terlihat apakah bola sudah melewati garis gawang. Sampai saat ini, misteri tendangan Hurst belum terungkap. Yang jelas, gol itu memicu semangat Inggris untuk mencetak satu gol tambahan lagi, dan menjadi juara.


Gol Terbanyak Partai Pembuka

Partai pembuka Jerman versus Kosta Rika, Jumat dua pekan silam, merupakan pertandingan yang paling subur gol sepanjang penyelenggaraan Piala Dunia. Pengecualian pada Piala Dunia 1934, 1954, 1958, dan 1962, karena pertandingan dimulai serentak.

Jerman mencetak empat gol, sedangkan Kosta Rika membukukan dua gol. Hasil ini memecah ”kutukan” minim gol di tiap partai perdana ajang sepak bola empat tahunan ini.

Pada Piala Dunia Uruguay 1930, pertandingan pembuka Prancis melawan Meksiko berakhir 4-1. Selanjutnya, gol terbanyak di partai pembuka adalah ketika tuan rumah Brasil mengalahkan Meksiko 4-0 di Piala Dunia 1950.

Setelah itu, jumlah gol di partai pembuka melorot drastis. Inggris, yang menjadi tuan rumah pada 1966, bermain imbang tanpa gol melawan Uruguay. Skor kacamata juga menjadi hasil partai pembuka pada tiga Piala Dunia selanjutnya.

Sepanjang 1982 hingga 2002, hanya satu gol yang tercipta pada partai pembuka. Pengecualian pada pembukaan Piala Dunia 1986 ketika Italia bermain imbang 1-1 melawan Bulgaria, dan Piala Dunia 1998 ketika Brasil menang 2-1 atas Skotlandia.

Berkat gol yang subur, partai tersebut membuat striker kedua tim, Miroslav Klose dari Jerman dan Paulo Wanchope dari Kosta Rika, menjadi pencetak gol terbanyak di partai pembuka. Mereka bergabung dengan penyerang Brasil, Ademir, yang mencetak dua gol di partai perdana 56 tahun silam. Ketika itu Ademir menjadi pencetak gol terbanyak dengan sembilan gol. Namun, kesebelasan yang menggondol Piala Jules Rimet adalah Uruguay.

Sepatu Emas Milik Klose

KLOSE

BERLIN - Penyerang Jerman, Miroslav Klose, berhasil meraih penghargaan sepatu emas Piala Dunia 2006. Lima gol yang dicetak di Jerman mengantarkan Klose menjadi pencetak gol terbanyak. Bagi Jerman, ini adalah penghargaan ketiga pada turnamen ini setelah Tim Panser memastikan diri meraih peringkat ketiga dan Lukas Podolski dinobatkan sebagai pemain muda terbaik.

Klose, 28 tahun, sempat berharap-harap cemas menyaksikan partai final Piala Dunia antara Italia dan Prancis, dini hari kemarin. Dia sangat seksama mengawasi aksi penyerang Prancis, Thierry Henry, yang sudah mengemas tiga gol dan jadi pesaingnya dalam perebutan penghargaan sepatu emas itu.

Sehari sebelumnya, Klose gagal mencetak gol saat Jerman meraih peringkat ketiga dengan mengalahkan Portugal. Cedera membuatnya tak bisa tampil maksimal. Tapi Klose akhirnya bisa bernapas lega. Henry gagal menambah koleksi golnya pada laga yang dimenangi Italia itu. Selain Henry, ada tujuh pemain lain yang juga mengoleksi tiga gol pada Piala Dunia kali ini.

Bagi Klose, penghargaan ini menjadi penebusan untuk Piala Dunia sebelumnya. Pada 2002, penyerang Werder Bremen ini juga sukses mencetak lima gol, tapi masih kalah dari Ronaldo (Brasil) yang melesakkan delapan gol. "Menjadi top scorer adalah sebuah kehormatan besar," kata pemain kelahiran Polandia ini.

Jumlah lima gol--yang mengantarkan Klose menjadi top socrer--itu adalah yang ketiga terendah setelah Piala Dunia 1962 dan Piala Dunia 1932 saat beberapa pemain mencetak empat gol. Pencetak gol tersubur dalam satu turnamen Piala Dunia adalah Just Fontaine (Prancis) yang mencetak 13 gol pada Piala Dunia 1958.

Bagi Klose, lima gol itu mengantarnya mengoleksi 10 gol di ajang Piala Dunia. Dia hanya terpaut satu gol dari koleksi gol Piala Dunia Juergen Klinsmann dan berbeda empat gol dari pencapaian gol legenda Jerman lainnya, Gerd Mueller. Gelar pencetak gol tersubur sepanjang sejarah Piala Dunia sementara dipegang Ronaldo dengan 15 gol.

Sementara itu, gelar top scorer yang diraih Klose adalah yang kedua kali sepanjang tahun ini setelah dia juga memastikan diri menjadi pencetak gol terbanyak di ajang Bundesliga, bersama Bremen dengan 25 gol.

Ketajaman yang ditunjukkan di Jerman membuat Klose jadi incaran. Klub Inggris, Newcastle United, kini memburu dia untuk dijadikan pengganti Alan Shearer yang pensiun. Klose sendiri mengatakan kontraknya bersama Bremen akan selesai pada 2008. "Saya memang ingin berkarir di luar negeri, tapi saya belum mau membicarakan itu sekarang. Saya hanya ingin berlibur dulu sebelum memulai musim baru," katanya.

Rookie terbaik versi tempo

LUKAS PODOLSKI

Pilihan sebagai pemain muda terbaik versi Tempo tak berbeda dengan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA), yaitu Lukas Podolski.

Striker Jerman berusia 21 tahun ini merupakan salah satu elemen penting di tim muda Panser. Pelatih Juergen Klinsmann memilih Podolski untuk menjadi tandem Miroslav Klose, meski sebenarnya Jerman masih punya tiga penyerang kenyang pengalaman lain, seperti Mike Hanke (VfL Wolfsburg), Oliver Neuville (Borussia Monchengladbach), dan Gerald Asamoah (Schalke 04).

Tapi pilihan Klinsmann terhadap pemain Bayern Muenchen ini dibuktikan dengan tiga gol yang ia sumbangkan: satu ke gawang Ekuador saat dikalahkan 3-0 di putaran grup dan dua gol ke gawang Swedia saat disingkirkan di perempat final. Total kini Podolski sudah mencetak 15 gol di 30 penampilan.

"Dia tidak hanya mencetak tiga gol, tapi menjadi elemen utama ketika Jerman menyerang," kata Holger Osieck, Ketua Grup Studi Teknis FIFA, yang melakukan pemilihan.

Osieck mengatakan duet Podolski dengan Klose di Piala Dunia 2006 merupakan salah satu duet penyerang terbaik. "Dia menunjukkan saling pengertian dengan Miroslav Klose. Kedua pemain ini memainkan kerja sama yang efektif," katanya.

Sebenarnya ada beberapa pemain muda lain seperti Cristiano Ronaldo (Portugal), Wayne Rooney (Inggris), Lionel Messi (Argentina), atau Cecs Fabregas (Spanyol). Tapi Ronaldo memiliki nilai minus karena dianggap sebagai orang yang memprovokasi wasit untuk memberikan kartu merah kepada Rooney.

Mantan bintang Jerman, Lothar Matthaeus, yang juga anggota Grup Studi Teknis FIFA, mengatakan apa yang dilakukan Ronaldo sangat mempengaruhi penilaian. "Dalam pertandingan seperti itu, Anda tidak akan bisa 100 persen fair play. Tapi yang jelas Ronaldo telah melakukan sesuatu," katanya.

Rooney sendiri gagal bersinar bersama Inggris, yang disingkirkan Portugal lewat adu penalti di perempat final, karena masih belum sembuh benar dari cederanya. Sedangkan dua nama lainnya tak sempat menunjukkan penampilan terbaiknya karena jarang diturunkan. Messi, 19 tahun, tak menjadi pilihan utama pelatih Jose Pekermen saat Argentina kalah adu penalti dengan Jerman di babak 16 besar.

Demikian juga dengan Fabregas, yang hanya bermain penuh sekali saat kalah dari Prancis. Dua penampilan lainnya, saat bertemu dengan Tunisia dan Arab Saudi, pemain Arsenal ini hanya menjadi pemain pengganti.

Lahir di Gleiwitz, Polandia, 4 Juni 1985, Podolski memulai karier di FC Cologne pada musim 2003. Selama tiga musim ia bermain di 81 pertandingan dengan koleksi 46 gol. Saat Cologne terdegradasi musim lalu, Podolski direkrut Bayern Muenchen.

Matthaeus mengatakan Podolski memiliki masa depan cerah. "Dia memenuhi semua kriteria sebagai pemain muda terbaik. Ia membawa kesenangan dalam penampilannya," kata Matthaeus.

Profil Brasil

Inilah tim yang paling “ditakuti” lawan-lawannya di Jerman. Bukan semata-mata karena mereka adalah salah satu favorit juara yang akan menjadi lawan tangguh, tetapi juga lantaran tak ada satu pun negara yang saat ini mampu menyamai prestasi yang telah mereka capai: lima kali juara dunia. Melihat catatan itu saja pasti akan menggetarkan banyak tim lawan.

Dengan bertaburan bintang internasional, seperti Ronaldo, Ronaldinho, Kaka, Robinho atau Roberto Carlos, tim negara mana pun cenderung berharap tidak berjumpa Brasil di dalam langkah-langkah mereka menuju babak final. Apalagi, belum lama ini mereka baru saja meraih juara Piala Konfederasi dengan memukul Argentina di final dengan skor telak 1-4.

Selama ini, sihir “Samba” Brasil telah menghibur para pecinta sepak bola sejagat. Negeri ini pun tak pernah henti-hentinya melahirkan bintang sepak bola sejak dunia diperkenalkan dengan sosok “Raja Bola” asal Brasil, Pele, dan pemain besar lainnya, Garrincha. Nama-nama yang muncul kemudian, seperti Socrates, “Pele putih” Zico, Romario, atau Bebeto, tentu masih tertanam di benak banyak penggila bola. Setelah era pemain bintang macam Ronaldo, Ronaldinho, atau penjaga gawang Dida, tradisi itu tetap berlanjut dengan kemunculan era pemain seperti Kaka dan Robinho.

Para pemain dengan bakat luar biasa yang dimiliki Brasil kerap membuat Brasil mampu lolos dari situasi yang sulit bagaimana pun. Selain sering mengubah keadaan dengan tiba-tiba, mereka juga sering mencetak gol dengan proses yang sangat indah. Inilah yang membuat banyak penggemar sepak bola demikian tergila-gila untuk menyaksikan setiap kali Brasil bertanding. Dua gol yang dicetak Ronaldo pada babak final Piala Dunia saat berhadapan dengan Jerman adalah juga gol yang hanya mampu dicetak oleh pemain yang memiliki naluri mencetak gol sangat tinggi. Selain telah lima kali mengantongi gelar juara dunia, Brasil juga telah dua kali menduduki tempat ketiga, yaitu di tahun 1938 dan 1978. Prestasi Brasil lainnya pun segudang. Mereka tujuh kali menjuarai Copa America dan empat kali menjadi jawara Pan America.

Kehadiran Brasil dalam setiap turnamen juga selalu akan menyemarakkan suasana. Pasalnya, para suporter mereka juga akan ikut meramaikan setiap pertandingan dengan berbagai tingkah polah mereka. Mereka menabur gendang, berpakaian warna-warni dan unik, bernyanyi dengan penuh semangat, serta menari samba sepanjang pertandingan berlangsung. Setiap kemenangan tim Brasil pasti akan diramaikan pula dengan pesta di jalan-jalan oleh para pendukung tim ini.

Meskipun Brasil adalah juara bertahan, mereka tetap diharuskan mengikuti babak kualifikasi Piala Dunia 2006. Setelah Argentina memastikan lolos sebagai wakil pertama dari zona Amerika Selatan, tak lama kemudian Brasil yang dilatih oleh Carlos Alberto Parreira pun menyusul. Di kawasan ini, memang cenderung hanya Argentina dan Brasil-lah yang bersaing dengan ketat.

Datang ke Jerman sebagai juara bertahan, kehadiran pasukan kuning-biru ini pastilah menggetarkan setiap lawannya. Jadi, pertanyaannya pastilah hanya satu, siapa mampu merebut gelar juara dunia dari tangan tim yang sempat terkenal dengan sepakbola indah alias joga bonito itu?


Perjalanan Menuju Piala Dunia 2006
12-Oct-05 : BRA vs VEN 3:0 (1:0)
9-Oct-05 : BOL vs BRA 1:1 (0:1)
4-Sep-05 : BRA vs CHI 5:0 (4:0)
8-Jun-05 : ARG vs BRA 3:1 (3:0)
5-Jun-05 : BRA vs PAR 4:1 (2:0)
30-Mar-05 : URU vs BRA 1:1 (0:0)
27-Mar-05 : BRA vs PER 1:0 (0:0)
17-Nov-04 : ECU vs BRA 1:0 (0:0)
13-Oct-04 : BRA vs COL 0:0
9-Oct-04 : VEN vs BRA 2:5 (0:2)
5-Sep-04 : BRA vs BOL 3:1 (3:0)
6-Jun-04 : CHI vs BRA 1:1 (0:1)
2-Jun-04 : BRA vs ARG 3:1 (1:0)
31-Mar-04 : PAR vs BRA 0:0
19-Nov-03 : BRA vs URU 3:3 (2:0)
16-Nov-03 : PER vs BRA 1:1 (0:1)
10-Sep-03 : BRA vs ECU 1:0 (1:0)
7-Sep-03 : COL vs BRA 1:2 (1:1


Kiprah di Piala Dunia
Brasil mengikuti seluruh ajang putaran final yang pernah diselenggarakan, 17 kali, yaitu pada 1930, 1934, 1938, 1950, 1954, 1958, 1962, 1966, 1970, 1974, 1978, 1982, 1986, 1990, 1994, 1998, dan 2002.

Prestasi mereka belum ada yang menyaingi, meraih lima kali juara dunia pada 1958, 1962, 1970, 1994, dan 2002. Di samping itu, Brasil dua kali menjadi runner-up dan dua kali merebut posisi ketiga.

Kelima gelar Brasil diraih setelah memenangi pertarungan di babak final melawan tuan rumah Swedia dengan skor 5-2 (1958), menggusur Cekoslowakia 3-1 di Cile (1962), melumat Italia 1-4 di Meksiko (1970), menundukkan lagi Italia 3-2 lewat adu penalti di Amerika Serikat (1994), dan membekap Jerman 2-0 di Jepang-Korea Selatan (2002).

Final yang urung dimenangi Brasil terjadi saat mereka dikalahkan Uruguay 2-1 yang kemudian muncul sebagai juara (1950). Kekalahan Brasil di pertandingan terakhir babak final yang menerapkan sistem round-robin ini amat dikenang publik karena memecahkan rekor jumlah penonton saat 200 ribu lebih pendukung Brasil memadati Stadion Maracana.

Pertarungan final lainnya yang tak mampu dimenangi Brasil adalah saat mereka diganjal tuan rumah Prancis 3-0 tahun 1998. Sementara itu, posisi ketiga diperoleh saat mereka menaklukkan tuan rumah Prancis 4-2 (1938) dan membungkam Italia 2-1 di Argentina (1978).

Selain satu posisi keempat yang diterima Brasil saat mereka dikalahkan Polandia 2-1 dalam final perebutan juara ketiga (1974), selebihnya partisipasi mereka hanya sampai babak penyisihan (1930, 1934, 1966), babak kedua (1982 dan 1990), serta perempat final (1954 dan 1986).


Demografi
Negara: Brasil
Nama resmi: Republica Federativa do Brasil
Ibu kota: Brasilia
Kota-kota penting: Sao Paulo, Rio de Janeiro, Belo Horizonte, Salvador, Fortaleza, Nova Iguacu, Recife, Curitiba, Pôrto Alegre, Belém, Goiana, Campinas
Luas: 8.511.965 km²
Jumlah penduduk: 182 juta jiwa
Pendapatan per kapita: 7.600 dolar AS
Mata uang: Cruzado
Bahasa resmi: Portugis
Wilayah benua/kontinen: Amerika Selatan
Tempat tertinggi: Gunung Neblina (3.014 meter)
Negara tetangga: Uruguay, Argentina, Bolivia, Paraguay, Peru, Kolombia, Venezuela, Guyana, Guyana Prancis, Suriname
Laut/Samudra: Samudra Atlantik

Profil Belanda

Tim Belanda hadir di Piala Dunia 2006 dengan semangat baru. Kali ini mereka juga datang dengan sejumlah pemain muda penuh bakat yang dipadukan dengan beberapa pemain senior berpengalaman. Racikan tim Belanda yang dilakukan sang pelatih yang mantan penyerang berbahaya tim Oranye ini, Marco van Basten, sempat membuat Belanda melalui babak kualifikasi dengan perkasa.

Sudah berpartisipasi sebanyak tujuh kali di putaran final Piala Dunia, tim Belanda memang belum sekali pun meraih gelar juara. Tetapi, tim Oranye ini sudah dua kali nyaris merebut gelar itu, yakni di tahun 1974 dan 1978.

Di tahun 1974, mereka maju ke final sebagai calon juara dengan menampilkan gaya baru sepak bola, total football, yang mampu mencengangkan dunia. Dimotori Johan Cruyff dan Johan Neeskens, saat itu seakan-akan tak ada lagi tim yang bisa menahan laju Belanda menuju puncak. Tapi, rupanya, sang tuan rumah Jerman yang diperkuat Franz Beckenbauer dan Gerd Muller, yang menjadi lawan Belanda di babak final mampu meredam tim Oranye. Belanda kalah 1-2 di final tersebut meski sempat lebih dulu unggul 1-0.

Pada Piala Dunia 1978 di Argentina, lagi-lagi Belanda mampu melaju sampai babak final. Namun, tim tuan rumah --kali ini Argentina-- yang menjadi lawan mereka di babak final, kembali menghadang ambisi Belanda yang waktu itu antara lain diperkuat Ruud Krol dan kawan-kawan.

Setelah era tahun 1970-an itu, Belanda kembali muncul sebagai kekuatan tangguh di tahun 1980-an. Mereka menggondol Piala Eropa tahun 1988 dengan dimotori nama-nama seperti Frank Rijkaard, Ronald Koeman, Marco van Basten dan Ruud Gullit. Tapi, di Piala Dunia 1990 di Italia, mereka terjegal Jerman di babak kedua. Di Piala Dunia 1998 di Prancis, mereka juga gagal ketika kalah lewat adu penalti saat melawan Brasil. Belanda gagal ikut Piala Dunia 2002 karena terhadang oleh Portugal dan Republik Irlandia di babak kualifikasi.

Kini para pemain muda Belanda seperti Arjen Robben, Wesley Sneijder, ARafael van der Vaart tengah dipadukan dengan pemain senior macam Van Bronckhorst, Van Bommel dan Ruud van Nistelrooy oleh Van Basten. Di Jerman, para pemain Belanda itu tengah berada pada golden age mereka, dan ini artinya “lampu kuning” bagi lawan-lawan mereka. Kendati demikian, dalam salah satu uji coba menjelang Piala Dunia, tim Oranye ini sempat dikandaskan oleh Italia dengan skor cukup telak 1-3.

Perjalanan Menuju Piala Dunia 2006
12-Oct-05 : NED vs MKD 0:0
8-Oct-05 : CZE vs NED 0:2 (0:2)
7-Sep-05 : NED vs AND 4:0 (3:0)
3-Sep-05 : ARM vs NED 0:1 (0:0)
8-Jun-05 : FIN vs NED 0:4 (0:1)
4-Jun-05 : NED vs ROU 2:0 (1:0)
30-Mar-05 : NED vs ARM 2:0 (2:0)
26-Mar-05 : ROU vs NED 0:2 (0:1)
17-Nov-04 : AND vs NED 0:3 (0:2)
13-Oct-04 : NED vs FIN 3:1 (2:1)
9-Oct-04 : MKD vs NED 2:2 (1:1)
8-Sep-04 : NED vs CZE 2:0 (1:0)

Kiprah di Piala Dunia
Belanda telah berartisipasi 7 kali (tahun 1934, 1938, 1974, 1978, 1990, 1994, dan 1998) Prestasi terbaik mereka adalah 2 kali menjadi runner-up (1974 dan 1978).
Tahun 1974, di Jerman, mereka tampil sangat memikat dengan total football-nya meski akhirnya kalah dari Jerman di final dengan skor 1-2. Padahal, Johan Cruyff dan kawan-kawan sempat unggul 1-0 lebih dulu.

Sementara di tahun 1978, di Argentina, giliran tuan rumah Argentina yang mengalahkan mereka 1-3, antara lain lewat dua gol yang dicetak Mario Kempes.
Pada 1998, di Prancis, Belanda gagal maju ke final lantaran ditumbangkan Brasil di babak semifinal yang sangat menegangkan lewat adu penalti dengan skor 4-2. Dalam perebutan tempat ketiga, Kroasia-lah yang memukul Belanda 1-2. Di ajang Piala Dunia 1990 dan 1994, Belanda hanya sampai perempat final lantaran terhadang Jerman 1-2 dan dilibas oleh Brasil 2-3.


Demografi
Nama Negara: Belanda
Nama resmi: Koninkrijk der Nederlanden
Ibu kota: Amsterdam
Kota-kota penting: Rotterdam, The Hague, Utrecht, Eindhoven, Groningen, Tilburg, Haarlem, Nijmegen, Apeldoorn, Enschede
Luas: 41,526 km²
Jumlah penduduk: 16,2 juta jiwa
Pendapatan per kapita: 26.900 dolar AS
Mata uang: Euro
Bahasa resmi: Bahasa Belanda
Wilayah benua/kontinen: Eropa
Tempat tertinggi: Vaalserberg (322 meter)
Negara tetangga: Belgia, Jerman
Laut/Samudra: Laut Utara

Profil Jerman

Jerman adalah salah satu favorit juara Piala Dunia 2006. Bukan hanya karena menjadi tuan rumah, melainkan karena tim Jerman memang memiliki catatan yang sangat mengesankan dalam setiap penyelenggaraan Piala Dunia. Selain telah meraih gelar juara pada Piala Dunia 1954, 1974, dan 1990, Jerman juga sempat maju ke babak final pada Piala Dunia 1982 (dikalahkan Italia 1-3), 1986 (dikalahkan Argentina 2-3), dan 2002 (ditundukkan Brasil 0-2). Hanya tim Brasil-lah yang bisa mengalahkan catatan prestasi yang dimiliki tim Jerman ini.


Tim Jerman dikenal sebagai kesebelasan spesialis turnamen. Pasalnya, tim ini dinilai memiliki napas panjang yang sangat dibutuhkan sebuah kesebelasan dalam keikutsertaan dalam kejuaraan yang berlangsung lama. Kerap, di awal turnamen, tim Jerman belum menunjukkan kemampuan terbaiknya. Namun, setelah dua-tiga pertandingan, tim ini menjadi sangat hebat dan menakutkan lawan-lawannya. Itulah sebabnya, tim ini juga sering disebut tim “mesin diesel”, yang lambat panasnya.

Selain itu, tim Jerman juga dikenal dengan semangat juangnya yang pantang menyerah serta kekompakan timnya. Dalam setiap pertandingan yang dihadapinya, tim Jerman tak akan pernah menyerah sebelum peluit panjang berbunyi. Kerap pasukan Jerman ini mampu membalikkan keadaan di menit-menit terakhir. Pernah di Piala Dunia 1994, di AS, mereka tertinggal lebih dulu dari Korea Selatan 0-2, tetapi di akhir pertandingan mereka justru memukul balik 3-2. Sedangkan kekompakan tim mereka juga sulit ditandingi kesebelasan lain.

Sepanjang penyelenggaraan Piala Dunia, tim Jerman hampir mengikuti semuanya, kecuali pada tahun 1930 dan 1950. Mereka pertama kali meraih gelar dengan mengalahkan Hungaria di babak final di tahun 1954 yang berlangsung di Bern, Swiss, kala masih diperkuat nama-nama seperti Fritz Walter dan Helmut Rahn.

Namun, gelar juara dunia mereka yang banyak dikenang penggemar sepak bola sejagat adalah yang diraih di Jerman tahun 1974. Kala itu, dengan diperkuat nama-nama pemain legendaris sang “Kaisar” Franz Beckenbauer, Paul Breitner, dan Gerd Muller, mereka mengalahkan Belanda yang sedang memukau dunia dengan “total football”-nya yang diotaki Johan Cruyft dan Johan Neeskens.

Gelar ketiga di tahun 1990, di Italia, diraih ketika tim Jerman diasuh oleh Beckenbauer. Tim yang dipimpin kapten Lothar Matthäus ini mengalahkan Argentina di final dengan satu gol penalti yang dicetak Andreas Brehme di menit-menit akhir.

Pada Piala Dunia 2002, tim Jerman ditangani Rudi Voeller. Namun, setelah kegagalan di Piala Eropa 2004 di Portugal, Voeller mengundurkan diri dan digantikan oleh Juergen Klinsmann. Klinsmann kini tengah berupaya memadukan antara pemain muda dan senior di kubu Jerman, sehingga ia memainkan Lehmann dan Michael Ballack yang berpengalaman sekaligus dengan sejumlah pendatang baru di tim nasional Jerman, seperti Philipp Lahm, Podolski, atau Bastian Schweinsteiger.

Di kawasan Eropa, tim Jerman adalah juga tim papan atas. Mereka meraih tiga kali gelar Piala Eropa, yakni di tahun 1972, 1980, dan 1996. Saat ini, berbagai pembenahan dan serangkaian uji coba terus dilakukan Klinsmann. Perbaikan kualitas tim Jerman pun mulai terlihat. Uji coba terakhir mereka melawan Prancis berakhir imbang 0-0. Akankah pada saatnya, mereka benar-benar “panas”?

Perjalanan Menuju Piala Dunia 2006
Sebagai tuan rumah, Jerman langsung lolos ke putaran final Piala Dunia.

Kiprah di Piala Dunia
Jerman sudah tampil di putaran final 15 kali, yaitu tahun 1934, 1938, 1954, 1958, 1962, 1966, 1970, 1974, 1978, 1982, 1986, 1990, 1994, 1998, dan 2002. Prestasi terbaik mereka adalah saat menjadi juara pada Piala Dunia 1954, 1974, dan 1990. Pada 1954, di Swiss, Jerman menjadi juara setelah menundukkan Hongaria 3-2. Di kandang sendiri, 1974, mereka menang 2-1 atas Belanda.

Sementara pada 1990, di Italia, Jerman unggul tipis 1-0 atas Argentina. Jerman juga sempat meraih posisi Runner-up sebanyak empat kali. Posisi itu karena mereka kalah dari 2-4 dari Inggris (1966), tumbang 1-3 dari Italia (1982), dan tersungkur 2-3 di tangan Argentina (1978).

Satu lagi, saat mereka menyerah 0-2 dari Brasil pada Piala Dunia 2002. Gelar juara ketiga diraih Jerman pada 1934 dan 1970. Pada 1934, gelar itu diperoleh Jerman lewat kemenangan atas Austria dengan skors 3-2 ketika kejuaraan akbar ini diselenggarakan di Italia. Di Meksiko, 1970, Jerman menang tipis 1-0 dari Uruguay di perebutan tempat ketiga.

Semua posisi terhormat di Piala Dunia memang pernah dirasakan Jerman. Gelar juara keempat mereka peroleh tahun 1958. Posisi itu didapat setelah mereka dikalahkan Prancis 3-6 dalam perebutan posisi ketiga, saat kejuaraan itu diadakan di Swedia. Di tahun 1938, Jerman tidak mampu lolos dari babak penyisihan. Sedangkan pada 1978, mereka hanya sampai putaran kedua. Sementara pada 1962, 1994, dan 1998, Jerman terhenti di perempat final.

Demografi
Negara: Jerman
Nama resmi: Bundesrepublik Deutschland
Ibu kota: Berlin Kota-kota penting: Hamburg, Munich, Cologne, Essen, Frankfurt, Dortmund, Stuttgart, Düsseldorf, Leipzig
Luas: 357.021 km²
Jumlah penduduk: 82,4 juta jiwa
Pendapatan per kapita: 26.600 dolar AS
Mata uang: Euro
Bahasa resmi: Bahasa Jerman
Wilayah benua/kontinen: Eropa
Tempat tertinggi: Zugspitze (2.963 meter)
Negara tetangga: Prancis, Luksemburg, Belanda, Belgia, Denmark, Polandia, Republik Ceko, Austria, Swiss
Laut/Samudra: Laut Utara dan Laut Baltik

Profil Prancis

Meski prestasi Prancis cenderung menurun seusai mereka meraih gelar Piala Dunia 1998 dan menjuarai Piala Eropa 2000, tim lawan mana pun pasti tak ada yang berani menganggap enteng tim ini dalam Piala Dunia 2006. Bagaimanapun, di tim Prancis masih bercokol para pemain hebat seperti Zinedine Zidane, Claude Makalele, Patrick Viera, Lilian Thuram, Thierry Henry, Syvain Wiltord, dan Djibril Cisse.

Persoalan besar bagi tim Prancis adalah kenyataan para pemain andal mereka itu sudah melewati usia emas mereka, masa "golden age". Akibatnya, ada kekhawatiran berkaitan dengan stamina para pemain Prancis dalam sebuah turnamen berat dan panjang seperti Piala Dunia.

Tim Ayam Jantan ini sudah berpartisipasi sebanyak 11 kali sepanjang penyelenggaraan Piala Dunia. Namun, mereka baru sekali meraih gelar juara, yaitu di tahun 1998, di kandang sendiri. Kala itu, Prancis yang diperkuat antara lain penjaga gawang Fabien Barthez dan penyerang Youri Djorkaeff menunjukkan keperkasaan mereka dengan memukul Brasil 3-0 di babak final. Zinedine Zidane, playmaker Prancis yang memang prestasinya tengah berkibar, mencetak dua gol dalam final tersebut.

Dua tahun kemudian, tahun 2000, kedigdayan mereka masih amat disegani lawan-lawannya dan mereka pun membuktikannya dengan menjadi juara Eropa setelah memukul Italia 2-1 di babak final. Waktu itu, giliran penyerang Prancis, David Trézéguet, yang menenggelamkan Italia lewat golden goal-nya di perpanjangan waktu. Bisa dibilang, di waktu itu, mereka adalah tim terkuat di dunia.

Pada era tahun 1980-an, Prancis sempat dikagumi dunia dengan permainan cantiknya yang ditulangpunggungi para pemain berbakat seperti Michel Platini, Alain Giresse, dan Jean Tigana. Kendati demikian, Prancis dua kali berturut-turut dihadang Jerman dalam babak semifinal Piala Dunia, yaitu pada Piala Dunia 1986 di Meksiko dan Piala Dunia 1982 di Spanyol. Pada Piala Dunia 1982 malah Prancis sempat unggul 1-3 dalam pertandingan semifinal melawan Jerman yang berlangsung di Sevilla, sebelum akhirnya terkejar dan secara tragis kalah dalam adu penalti.

Di Piala Dunia 2002, prestasi Prancis benar-benar anjlok. Pada pertandingan pembukaan, mereka ditundukkan Senegal 0-1. Pada pertandingan kedua, tim Les Bleus juga hanya bermain imbang 0-0 melawan Uruguay. Puncaknya, mereka dihantam Denmark 0-2 dan harus pulang kandang lebih awal tanpa mampu mencetak satu gol pun.

Sudah habiskah Prancis? Belum tentu juga, karena kini tim yang ditangani Raymond Domenech itu mampu hadir kembali di ajang Piala Dunia 2006 setelah mampu melewati sejumlah tim kuat seperti Swiss dan Irlandia di babak kualifikasi. Dalam sebuah uji coba melawan salah satu favorit juara dunia 2006, Jerman, beberapa waktu silam, mereka pun tak tampil terlampau buruk kendati pertandingan berakhir imbang tanpa gol.

Sejumlah pengamat sepak bola menilai, bila tim Prancis mampu menjaga kebugaran dan stamina para pemain mereka yang telah melewati masa golden age, tim “Ayam Jantan” ini masih mampu berbuat banyak dan menyulitkan lawan-lawan mereka di Jerman. Bahkan, tak tertutup peluang untuk menghasilkan kejutan besar.


Perjalanan Menuju Piala Dunia 2006
12-Oct-05 : FRA vs CYP 4:0 (3:0)
8-Oct-05 : SUI vs FRA 1:1 (0:0)
7-Sep-05 : IRL vs FRA 0:1 (0:0)
3-Sep-05 : FRA vs FRO 3:0 (2:0)
30-Mar-05 : ISR vs FRA 1:1 (0:0)
26-Mar-05 : FRA vs SUI 0:0
13-Oct-04 : CYP vs FRA 0:2 (0:1)
9-Oct-04 : FRA vs IRL 0:0
8-Sep-04 : FRO vs FRA 0:2 (0:1)
4-Sep-04 : FRA vs ISR 0:0


Kiprah di Piala Dunia
Prancis sudah berpartisipasi 11 kali, yakni tahun 1930, 1934, 1938, 1954, 1958, 1966, 1978, 1982, 1986, 1998, dan 2002. Prestasi terbaik mereka adalah ketika menjadi juara Piala Dunia 1998 dalam kejuaraan yang berlangsung di kandang sendiri. Di final memukul Brasil 3-0.

Pada 1958 dan 1986 mereka merebut tempat ketiga. Pada 1958, di Sewedia, mereka mengalahkan Jerman Barat 6-3. Sedangkan di Meksiko, 1986, mereka menundukkan Belgia 4-2.Tahun 1982, di Spanyol, Prancis masuk babak semifinal, tapi terjungkal di tangan Jerman lewat adu penalti yang berakhir dengan skor 4-5. Di perebutan tempat ketiga, Prancis dikalahkan lagi oleh Polandia 2-3.

Di tahun 1938, di Prancis, Tim "Ayam Jantan" ini hanya sampai babak seperempat final meski turnamen diadakan di kandangnya sendiri. Selebihnya, pada Piala Dunia 1930, 1934, 1954, 1966, dan 1978, Prancis tidak mampu lolos dari grup di babak penyisihan.

Demografi
Nama Negara: Prancis
Nama resmi: Republique Francaise
Ibu kota: Paris
Kota-kota penting: Lyon, Marseille, Lille, Toulouse, Nice, Strasbourg, Nantes, Bordeaux, Saint Etienne, Montpellier, Le Havre, Rennes, Reims, Toulon, Grenoble, Brest
Luas: 547.030 km²
Jumlah penduduk: 60 juta jiwa
Pendapatan per kapita: 25.700 dolar AS
Mata uang: Euro
Bahasa resmi: Bahasa Prancis
Wilayah benua/kontinen: Eropa
Tempat tertinggi: Mont Blanc (4.807 meter)
Negara tetangga: Belgia, Luksemburg, Jerman, Swiss, Italia, Monaco, Spanyol, Andorra
Laut/Samudra: Samudra Atlantik, Laut Mediterania

Profil Italia

Berjuluk tim Azzurri, alias pasukan biru, Italia juga merupakan salah satu tim favorit juara di Jerman. Penampilan tim ini selalu ditunggu para penggemarnya di seluruh dunia. Sebab, dalam setiap kurun waktu, Italia selalu saja menghasilkan demikian banyak pemain yang menonjol kelas dunia.

Italia sudah mengikuti 15 kali putaran final Piala Dunia. Jadi, mereka hanya sekali tidak ikut, yakni di tahun 1930. Gelar juara dunia mereka diraih di tahun 1934, 1938, dan 1982. Gelar pertama diperoleh di Italia, kala mereka mengalahkan Cekoslowakia dengan skor 2-1 dalam pertarungan yang sangat ketat. Gelar kedua diraih di Prancis setelah menundukkan Hungaria 4-2 dalam babak final.

Setelah 44 tahun kemudian, barulah mereka berhasil merebut gelar juara dunia yang ketiga di Spanyol. Pada Piala Dunia 1982 ini Italia memperkenalkan taktik cattenaccio, yaitu permainan ultra-defensif dengan hanya sesekali melakukan serangan balasan. Namun, justru taktik ini ternyata menuai hasil, bahkan memunculkan nama Paolo Rossi, penyerang mereka yang waktu itu kerap ditinggalkan sendirian di wilayah tim lawan karena hampir semua pemain Italia lainnya memperkuat pertahanan. Bukan hanya berkali-kali lolos dan mampu menjebol gawang lawan, Rossi pun sukses membawa tim Italia menjadi juara sekaligus meraih Sepatu Emas lantaran menjadi top skorer Piala Dunia 1982.

Italia mengalami kekalahan pahit di Piala Dunia 2002 dari Korea Selatan yang waktu itu memang tengah diselubungi “keajaiban”. Sampai pertandingan 2 x 45 menit berakhir kedudukan masih imbang 1-1. Namun, sebuah “golden goal” dari Korea Selatan di babak perpanjangan waktu akhirnya mengandaskan tim Azzurri untuk melaju ke babak selanjutnya.

Kekuatan sepak bola Italia didukung oleh penyelenggaraan kompetisi klub di dalam negerinya yang sudah mapan. Liga Seri A Italia amat dikenal di seluruh penjuru dunia dengan klub-klub besarnya seperti AC Milan, Juventus, AS Roma, Intermilan, Lazio dan sebagainya yang juga bertaburan bintang sepak bola internasional. Tradisi kompetisi sepak bola di Italia juga itu telah menghasilkan sejumlah pemain terkemuka tingkat dunia seperti Roberto Baggio, Franco Baresi, Marco Tardelli, serta sang kiper legendaris Dino Zoff.

Seusai kegagalan di final Piala Eropa tahun 2000 (dikalahkan Prancis 1-2), pelatih Dino Zoff digantikan oleh Giovanni Trapattoni. Namun, Trapattoni pun akhirnya digantikan oleh Marcello Lippi setelah kegagalan dalam Piala Eropa 2004, saat Italia tak mampu melangkah ke babak kedua.

Kini, Italia juga diperkuat gabungan antara pemain muda dan para pemain yang sudah berpengalaman. Para pemain mereka pun sebagian besar kini tengah berada pada “golden age”. Luca Toni dan Iaquita di depan, Francesco Totti dan Andrea Pirlo di tengah, serta Fabio Canavaro di belakang akan menjadi tulang punggung tim Italia ini. Isyarat bakal berbahayanya tim Italia bagi lawan-lawannya sudah diperlihatkan dalam uji coba belum lama berselang, ketika tim asuhan Lippi ini menggusur salah satu tim kuat, Belanda, dengan skor telak, 1-3, di kandang tim Oranye itu sendiri.


Perjalanan Menuju Piala Dunia 2006
12-Oct-05 : ITA vs MDA 2:1 (0:0)
8-Oct-05 : ITA vs SVN 1:0 (0:0)
7-Sep-05 : BLR vs ITA 1:4 (1:3)
3-Sep-05 : SCO vs ITA 1:1 (1:0)
4-Jun-05 : NOR vs ITA 0:0
26-Mar-05 : ITA vs SCO 2:0 (1:0)
13-Oct-04 : ITA vs BLR 4:3 (2:0)
9-Oct-04 : SVN vs ITA 1:0 (0:0)
8-Sep-04 : MDA vs ITA 0:1 (0:1)
4-Sep-04 : ITA vs NOR 2:1 (1:1)


Kiprah di Piala Dunia
Italia sudah berpartisipasi di putaran final sebanyak 15 kali, yakni tahun 1934, 1938, 1950, 1954, 1962, 1966, 1970, 1974, 1978, 1982, 1986, 1990, 1994, 1998, dan 2002. Prestasi terbaik mereka diraih pada tahun 1934, 1938, dan 1982 saat mereka menjadi juara dunia.

Pada 1934, Sebagai tuan rumah Italia mengalahkan Cekoslowakia 2-1 di babak final. Pada final Piala Dunia 1938, di Prancis, mereka mengungguli Hongaria 4-2. Sementara di Spanyol, tahun 1982, pasukan Azzurri ini memukul Jerman 3-1 di babak final dan menjadi jawara.

Italia menjadi runner-up sebanyak dua kali, tahun 1970 dan 1994. Di Meksiko, 1970, Italia ditekuk Brasil 1-4. Sedangkan di Amerika Serikat, 1994, mereka kalah lewat adu penalti juga dari Brasil dengan skor 2-3.

Selain itu, Italia pernah satu kali menempati posisi ketiga, saat kejuaraan itu diadakan di kandang mereka, 1990. Kali ini mereka unggul dari Inggris 2-1.
Pada 1950, 1954, 1962, dan 1966, Italia tidak bisa lolos dari grup di babak penyisihan. Sedangkan pada 1986, di Meksiko, Italia hanya sampai babak kedua.
Sementara di tahun 1998 di Prancis, mereka pun hanya sampai perempat final.

Demografi
Negara: Italia
Nama resmi: Repubblica Italiana
Ibu kota: Roma
Kota-kota penting: Milan, Naples, Turin, Palermo, Genoa, Bologna, Florence, Catania, Bari, Venice, Messina, Verona, Taranto, Trieste, Cagliari
Luas: 301.230 km²
Jumlah penduduk: 58 juta jiwa
Pendapatan per kapita: 25.000 dolar AS
Mata uang: Euro
Bahasa resmi: Bahasa Italia
Wilayah benua/kontinen: Eropa
Tempat tertinggi: Monte Bianco de Courmayeur (4.807 meter)
Negara tetangga: Prancis, Swiss, Austria, Slovenia, San Marino, Vatikan
Laut/Samudra: Laut Mediterania, Laut Adriatik

Sejarah Piala Dunia

Kompetisi Piala Dunia adalah pertandingan yang dirancang untuk memperkuat perdamaian dunia. "Sepakbola dapat memperkuat perdamaian sejati dan permanen," begitu ucapan Jules Rimet, Presiden FIFA ketiga, pada 1921. Jules Rimet merencanakan sebuah turnamen sepakbola akbar 4 tahunan, di antara event Olimpiade. Turnamen sepakbola ini diadakan untuk mengatasi diskriminasi pemain profesional dan amatir. Seperti diketahui, Olimpiade yang berlangsung 4 tahun sekali itu hanya boleh diikuti olahragawan amatir.

Tujuh tahun setelah Jules Rimet menjabat Presiden FIFA, Piala Dunia (World Cup) lahir. Dalam pertemuan kongres FIFA, 18 Mei 1928, di Barcelona, telah disepakati bahwa 4 negara Eropa akan berpartisipasi, yakni Prancis, Belgia, Yugoslavia, dan Romania, plus satu negara Amerika Latin, Uruguay sebagai tuan rumah. Uruguay dipilih karena reputasinya sebagai juara Olimpiade 1924 dan 1928. Selain itu, Uruguay juga akan menyelenggarakan Hari Kemerdekaannya pada 1930.

Negara-negara Eropa lainnya tidak berpartispasi dan tetap menginginkan turnamen amatir. Selain itu, waktu perjalanan yang panjang ke benua Amerika juga dijadikan alasan. Sebaliknya, selain Uruguay, ada 8 negara benua Amerika yang turut bergabung, yakni Argentina, Brasil, Bolivia, Chili, Paraguay, Peru, Amerika Serikat, dan Meksiko.

Pelaksanaan Piala Dunia baru terwujud pada 1930. Tendangan pertama dilakukan di Stadion Pocitos, 18 Juli 1930. Piala Dunia pertama ini tidak mempunyai ronde kualifikasi seperti halnya Piala Dunia modern. Ketigabelas negara dibagi atas 4 grup. Partai finalnya, Uruguay berhadapan dengan Argentina. Uruguay menang 4-2 dan berhak atas Piala Jules Rimet.



Tim Uruguay Juara Piala Dunia Pertama, 1930
Kanan-kiri, baris belakang: Figoli, Gestido, Nasazzi (kapt), Ballesteros, Mascheroni, Andrade, Fernandez dan Greco. Baris depan: Dorado, Scarone, Castro, Cea dan Iriarte.

Sepanjang 1930-an, Piala Dunia sempat digelar tiga kali. Piala Dunia kedua digelar di Italia, pada 1934, dan tuan rumah berhasil memboyong Piala Jules Rimet. Pada 1938 di Prancis, Italia berhasil mempertahankan reputasinya sebagai negara jawara sepakbola. Kompetisi sepakbola antarnegara ini sempat terhenti selama 12 tahun akibat Perang Dunia II dan baru dilanjutkan pada 1950.

Dari Piala Jules Rimet ke Trofi Piala Dunia FIFA

Setelah ajang Piala Dunia disepakati kongres FIFA di Barcelona, pada 1928, tugas berikutnya adalah mempersiapkan trofi sebagai hadiah bagi pemenang Piala Dunia 1930. Pematung Prancis, Abel Lafleur diberi kehormatan merancang trofi yang kemudian dinamakan Piala Jules Rimet itu. Tingginya 35 cm dan berat 3,8 kilogram. Kepala trofi dibuat dari perak dan emas sementara bagian bawahnya dibuat dari semi batu mulia, lapis lazuli.

Keberadaan Piala Jules Rimet beberapa kali terancam bahaya. Selama Perang Dunia II, Wakil Presiden FIFA asal Italia, Dr. Ottorino Barassi, menyembunyikannya di kotak sepatu untuk menghindarkan trofi itu dari tangan tentara pendudukan. Piala ini pun sempat menghilang pada 1966 setelah dipertontonkan di Inggris, yang menjadi tuan rumah Piala Dunia 1966. Piala tersebut akhirnya ditemukan seekor anjing bernama Pickles, terkubur di bawah sebuah pohon.

Piala Jules Rimet lenyap selamanya pada 1973. Piala itu dicuri dan kemudian dilebur para pencurinya. Otoritas sepakbola Brasil yang bertanggung jawab atas piala tersebut kemudian membuat replikanya. Kebetulan, Brasil berhak memiliki piala tersebut secara permanen setelah memenangkannya tiga kali, terakhir di Meksiko pada 1970.


FIFA membuat piala baru untuk Piala Dunia 1974. Sebanyak 53 rancangan dari 7 negara masuk ke FIFA namun pilihan FIFA jatuh kepada karya seniman Italia, Silvio Gazzaniga. Piala ini mempunyai tinggi 36 cm dan dibuat dari emas 18 karat. Beratnya mencapai 4,97 kilogram. Tatakannya terdiri dari dua lapis semi batu mulia malachite dan menjadi tempat 17 plat nama pemenang sampai Piala Dunia 2038.

Piala baru ini tidak bisa dimiliki juara Piala Dunia secara permanen. Juara hanya menyimpannya sampai Piala Dunia berikutnya digelar dan mendapatkan replika Piala Dunia yang hanya berlapis emas.

25 Desember 2007

Piala Dunia 2006

Publik sepakbola yang menyaksikan secara langsung partai final PD 2006 antara Italia vs Prancis di Oympiastadion, Berlin, tentunya kaget bukan kepalang melihat aksi Zinedine Zidane 10 menit menjelang partai usai. Tindakan kasar yang dilakukan kapten Les Bleus yang berusia 34 tahun itu terhadap Marco Materazzi membuat penampilan gemilangnya selama 110 menit pupus begitu saja. Apalagi, partai tersebut merupakan partai terakhir bagi Zidane. Kisah penutup yang begitu tragis.

Meskipun jelas-jelas telah bertindak kasar, pelatih Prancis, Raymond Domenech mengaku ia memahami apa yang dilakukan Zidane saat itu. “Akan ada momen seperti itu setelah Anda terpukul selama 80 menit. Saya tidak mencari alasan, tapi saya dapat mengerti (yang dilakukan Zidane),” kata Domenech kepada para wartawan, seperti yang dikutip Reuters, seusai pertandingan.

“Keluarnya Zidane berpengaruh besar terhadap jalannya permainan. Itulah (saat dia keluar) momen yang membunuh pertandingan. Terutama di saat perpanjangan. Italia praktis menginginkan adu penalti,” imbuhnya. Menurut Domenech, timnya hanya bisa merasa kecewa dengan harus menelan kekalahan lewat adu penalti. Sebab, “Saya yakin, dilihat dari permainan, kami berhak untuk tampil sebagai pemenang,” kata Domenech.

Selain memahami apa yang Zidane lakukan, Domenech mengkritik keputusan wasit Horacio Elizondo yang mengeluarkan kartu merah bagi sang kapten Prancis itu. “Saat kejadian wasit tidak melihat apapun. Begitu juga dengan hakim garis. Hanya karena rekaman video yang dipegang fourth official yang membuat wasit mengeluarkan kartu merah,” ujar Domenech yang kemudian masih bisa bercanda dengan mengatakan bukan Andrea Pirlo yang seharusnya menjadi man of the match. Tapi, “Materazzi orangnya. Sebab, dialah pencetak gol balasan dan dialah yang menyebabkan Zidane keluar lapangan,” katanya.

Piala Dunia 2002

Untuk pertama kalinya Piala Dunia dilangsungkan di luar Benua Amerika dan Eropa. Dan untuk pertama kalinya final Piala Dunia dilangsungkan di dua negara: Korea Selatan dan Jepang.

Menjelang turnamen, ketakutan akan keamanan sangat terasa menyusul serangan 11 September 2001 ke Kota New York dan Washington, Amerika Serikat. Tapi turnamen 30 Mei-31 Juni di 20 kota itu berlangsung aman. Kejutan justru berada di lapangan.

Kejutan sudah terjadi di partai pembukaan, Seoul World Cup Stadium, Seoul, 31 Mei 2002. Debutan asal Afrika, Senegal, mengandaskan juara bertahan Prancis 1-0 berkat gol tunggal Boupa Diop pada menit ke-30.

Tersingkirnya Les Bleus adalah kejutan paling besar. Prancis sama sekali tak mencetak gol, sekali imbang dengan Uruguay 0-0 dan dua kali kalah, 0-1 dari Senegal dan 0-2 dari Denmark. Les Bleus pulang cepat dari putaran pertama. Itu adalah penampilan terburuk juara bertahan sejak Piala Dunia pertama kali digelar pada 1930.

Langkah Lions of Teranga--julukan Senegal--berlanjut di putaran kedua. Golden goal Henri Camara menundukkan Swedia. Tapi golden goal juga yang menghentikan langkah Senegal. Ilhan Mansiz mencetak gol pada menit ke-94, yang memberikan kemenangan bagi Turki.

Di penyisihan grup, kejutan juga terjadi. Amerika Serikat mengawali perjalanannya dengan mengalahkan Portugal 3-2. Portugal sempat bangkit dengan menang atas Polandia, tapi langkahnya berakhir dengan kekecewaan setelah dikalahkan tim kejutan lainnya, Korea Selatan.

Eropa membalas di grup neraka. Inggris dan Swedia mengatasi perlawanan Tim Tango Argentina dan tim elite Afrika, Nigeria.

Partai balas dendam Inggris dan Argentina dipentaskan di Sapporo Dome, Jepang, 7 Juni 2002. Kapten David Beckham, yang diberi kartu merah empat tahun lalu, menjadi bintang dengan gol tunggalnya dari titik penalti.

Argentina, yang bermain imbang dengan Swedia di pertandingan terakhir, harus pulang cepat dari perkiraan.

Putaran kedua kembali menyajikan hasil di luar perkiraan. Korea Selatan bertemu dengan Italia dan menang 2-1 berkat golden goal Ahn Jung Hwan. Ironisnya, gol ini membuat Ahn didepak klub Seri A Italia, Perugia.
Di perempat final, meski menang lewat adu penalti 5-2, Korea menyingkirkan tim besar Eropa lainnya, Spanyol. Meski kalah 0-1 dari Jerman di semifinal, hasil ini sudah menjadi sukses luar biasa.

Tuan rumah lainnya, Jepang, juga membuat kejutan dengan lolos dari Grup H, yang dihuni Belgia, Rusia, dan Tunisia. Langkah Jepang dihentikan Turki di putaran kedua. Tapi setidaknya hasil ini menunjukkan bahwa sepak bola Asia sudah menyejajarkan diri.

Turnamen diakhirinya dengan pertemuan dua tim raksasa langganan final: Brasil dan Jerman.

Brasil tak mendapat perlawanan berarti di Grup C: Turki dikalahkan 2-1, Cina 4-0, dan Kosta Rika 5-2. Selanjutnya langkah Tim Samba adalah menundukkan Belgia 2-0, Inggris 2-1 di perempat final, dan kembali Turki 1-0 di semifinal.

Lucunya, Jerman sama sekali tidak difavoritkan di awal turnamen. Perjalanan Tim Panser diawali dengan menggilas Arab Saudi 8-0, Kamerun 2-0, serta imbang dengan Irlandia 1-1.

Tiga babak selanjutnya, Jerman hanya mampu menang lewat gol tunggal: Paraguay di putaran kedua, Amerika Serikat di perempat final, dan Korea Selatan di semifinal.
Mandulnya lini depan--plus absennya Michael Ballack akibat kartu merah menghadapi Korea--membuat Jerman tak mampu berbuat banyak di final, yang digelar di International Stadium Yokohama, 31 Juni 2002.

Ronaldo, yang empat tahun lalu tampil buruk, kali ini menjadi pahlawan. Dua golnya memberikan gelar kelima bagi Selecao.

Satu catatan lain, penta campeone yang diraih Brasil menjadikannya sebagai negara yang selalu bisa meraih gelar di benua mana pun Piala Dunia dilangsungkan!

Piala Dunia 1998

Dunia 1998 Prancis bisa dikatakan sebagai awalnya Piala Dunia yang ideal. Penambahan delapan tim membuat peserta Piala Dunia 1998 meningkat, dari 24 menjadi 32 tim.

Keikutsertaan 32 negara--dua di antaranya lolos otomatis, yaitu Brasil sebagai juara bertahan dan Prancis sebagai tuan rumah--memberikan kesempatan yang lebih besar kepada negara Afrika dan Asia.

Masing-masing grup juga mencerminkan pembagian yang lebih adil. Tiap-tiap grup dihuni oleh dua tim Eropa, satu tim Amerika, dan satu dari Asia atau Afrika.
Sebanyak 64 pertandingan disaksikan tak kurang dari 36 miliar penonton atau lebih dari 550 juta per pertandingan di seluruh dunia. Partai final saja disaksikan oleh dua juta penonton.

Tak banyak kejutan di putaran pertama. Tim-tim unggulan lolos mudah dari grup masing-masing.

Partai Inggris-Argentina di putaran kedua menjadi yang terbaik. Pentas di Geoffroy-Guichard, Saint Etienne, 30 Juni 1998, tersebut ditandai dengan dua tendangan penalti pada 45 menit pertama.

Babak kedua penuh drama. David Beckham diusir wasit Kim Nielsen (Denmark) karena "menendang" Diego Simeone. Gol "kemenangan" Sol Campbell dianulir karena dianggap tak sah.

Kegagalan penalti David Batty akhirnya meloloskan Argentina. Tapi peruntungan tim Tango terhenti 1-2 di tangan tim Oranye Belanda pada perempat final.
Sayangnya, Belanda juga terhenti di semifinal, juga lewat adu penalti, kalah 1-4. Ketangguhan Brasil, dengan Ronaldo sebagai pemain terbaik dunia 1997, diharapkan bisa menahan Prancis.

Langkah Prancis diawali dengan perlahan tapi pasti. Les Bleus memimpin grup C dengan nilai sempurna setelah menundukkan Afrika Selatan 3-0, Arab Saudi 4-0, dan Denmark 2-1.

Menghadapi Paraguay di putaran kedua, Prancis lolos berkat golden goal Laurent Blanc pada menit ke-113. Italia yang menjadi lawan di perempat final disingkirkan 4-3 melalui adu penalti.

Di semifinal, tuan rumah berhadapan dengan tim yang paling mengejutkan di Piala Dunia 1998, Kroasia. Negara pecahan Yugoslavia yang ditangani Miroslav Blazevic itu menyingkirkan Jerman 3-0 di perempat final.

Davor Suker--top scorer turnamen dengan enam gol--mencetak gol pertama pada menit ke-46. Prancis pantas berterima kasih kepada bek Lilian Thuram yang mencetak dua gol, pada menit ke-47 dan 69.

Seusai kemenangan di semifinal, pelatih Prancis Aime Jaquet mengatakan,"Tak ada yang bisa menghentikan kami sekarang!"

Dan, pada 12 Juli, sekitar 75 ribu penonton--termasuk Presiden Prancis Jaques Chirac--menyaksikan partai final yang digelar di Stade de France, Saint Dennis.
Tapi berita menggemparkan tersiar tatkala pelatih Mario Zagallo tak memasukkan nama Ronaldo dalam starting line-up. Pemain yang telah mencetak empat gol itu dikabarkan masuk rumah sakit karena cedera ankle kaki kiri.

Tapi satu menit menjelang kickoff, Ronaldo ternyata hadir. Keputusan yang menimbulkan pertanyaan mengapa sang phenomenon tetap diturunkan padahal dia tak bisa berbuat banyak.

Bintang partai final adalah Zinedine Zidane. Pemain yang sempat menerima kartu merah saat menghadapi Arab Saudi di putaran grup itu menunjukkan kepiawaiannya.
Tak pernah dikenal unggul di udara, Zidane justru mencetak dua gol lewat kepalanya. Emmanuel Petit memastikan kemenangan Les Bleus 3-0.

Peluit akhir yang ditiup wasit Said Belqola dari Maroko--wasit asal Afrika pertama yang memimpin partai final--menjadi awal pesta Prancis yang menjadi negara pertama sejak 1970 yang tak pernah kalah sepanjang turnamen.
The Champs Elysees dipadati ribuan orang sepanjang malam, merayakan kembalinya trofi Piala Dunia ke negara asalnya. Vive La France. Merci, Zizou.

Piala Dunia 1994

Terpilihnya Amerika Serikat (AS) sebagai tuan rumah Piala Dunia ke-15 pada 1994 mengagetkan banyak pihak.

Maklum, inilah negara tempat bola basket, bisbol, dan American football lebih dikenal ketimbang sepak bola yang mereka sebut dengan soccer, bukan football.

Tapi pilihan Presiden FIFA Joao Havelange (Brasil) sama sekali tidak salah. Piala Dunia memasuki era baru sebagai turnamen terbesar dan sukses di dunia.
Dan di Negeri Abang Sam inilah banyak rekor baru tercipta.

Selama satu bulan, 17 Juni-17 Juli 1994, total jumlah penonton tercatat 3.587.538 orang atau rata-rata 68.991 per pertandingan. Bandingkan dengan 2,5 juta atau rata-rata 48 ribu orang di Italia 1990.

Sebanyak 147 negara--rekor baru lainnya--ikut serta dalam babak kualifikasi. Termasuk di antaranya adalah Afrika Selatan, yang selama ini absen karena masalah politik apartheid.

Negara besar seperti Inggris, juara Piala Eropa 1992 Denmark, Uruguay, Skotlandia, Portugal, Polandia, dan--sekali lagi--Prancis gagal lolos. Sedangkan Yugoslavia harus absen karena perang dengan Bosnia.

Juga ada drama. Diego Armando Maradona, pahlawan Argentina 1986, mencetak gol menawan ke gawang Yunani sebelum ditendang karena ketahuan positif menggunakan kokain.

Tragedi menimpa Andres Escobar. Gol bunuh diri Escobar saat Kolombia dikalahkan tuan rumah Amerika Serikat 2-1 membuat dirinya terbunuh.

Pada perempat final, Brasil harus berhadapan dengan tujuh tim asal Eropa. Salah satunya adalah Italia.
Perjalanan Gli Azzurri nyaris saja terhenti di putaran pertama. Kalah dari Irlandia 0-1, imbang dengan Meksiko 1-1, dan menang atas Norwegia 1-0, Italia menghadapi Nigeria di putaran kedua.

Di babak 16 besar, tertinggal 0-1, pertandingan tinggal 90 detik, bermain dengan 10 pemain, keajaiban muncul. Roberto Baggio mencetak dua gol untuk mengalahkan Nigeria 2-1.

Gol Baggio pula yang memastikan kemenangan Italia atas Spanyol 2-1 di perempat final. Di semifinal, dua gol Baggio memberikan kemenangan 2-1 atas Bulgaria, negara yang tak pernah menang dalam 16 pertandingan Piala Dunia, tapi mampu menyingkirkan juara bertahan Jerman.
Brasil menjadi tim paling konsisten. Di babak pertama, tim Samba mengatasi perlawanan Rusia 2-0, Kamerun 3-0, dan imbang dengan Swedia 1-1 sebelum menghapus mimpi tuan rumah AS 1-0 di putaran kedua.

Perempat final antara Brasil dan Belanda barangkali bisa disebut Match of the Tournament. Unggul lebih dulu 2-0 sebelum disamakan, Brasil akhirnya menang 3-2 berkat tendangan bebas Branco.

Di semifinal, Brasil bertemu dengan tim kejutan Swedia, tim paling produktif di Piala Dunia kali ini dengan 15 gol. Namun, dalam pertandingan ini, Romario Faria memastikan kemenangan Brasil 10 menit menjelang bubaran.

Megahnya Piala Dunia 1994 justru mengecewakan di partai puncak saat Brasil melawan Italia, dua negara yang sama-sama pernah memenangi Piala Dunia sebanyak tiga kali.
Partai yang secara teori akan menjadi partai final ideal berubah menjadi sebuah pertandingan yang melibatkan fisik dan membosankan. Dan untuk pertama kalinya sang juara harus ditentukan melalui titik penalti. Tak ada gol tercipta. Inilah pertama kalinya final Piala Dunia diakhiri dengan adu penalti.

Baggio, yang semula menjadi pahlawan pujaan Skuadra Azzurra berbalik menjadi musuh nomor satu. Dari kakinya pula kekecewaan tifosi Italia berasal. Tendangan Baggio, yang menjadi eksekutor terakhir Italia, melayang di atas mistar gawang Claudio Taffarel.
Brasil kembali merebut juara, 24 tahun setelah sukses terakhirnya pada 1970 di Meksiko. Brasil juga menjadi tim pertama yang merebut lambang supremasi sepak bola dunia ini sebanyak empat kali.

Piala Dunia 1994

Terpilihnya Amerika Serikat (AS) sebagai tuan rumah Piala Dunia ke-15 pada 1994 mengagetkan banyak pihak.

Maklum, inilah negara tempat bola basket, bisbol, dan American football lebih dikenal ketimbang sepak bola yang mereka sebut dengan soccer, bukan football.

Tapi pilihan Presiden FIFA Joao Havelange (Brasil) sama sekali tidak salah. Piala Dunia memasuki era baru sebagai turnamen terbesar dan sukses di dunia.
Dan di Negeri Abang Sam inilah banyak rekor baru tercipta.

Selama satu bulan, 17 Juni-17 Juli 1994, total jumlah penonton tercatat 3.587.538 orang atau rata-rata 68.991 per pertandingan. Bandingkan dengan 2,5 juta atau rata-rata 48 ribu orang di Italia 1990.

Sebanyak 147 negara--rekor baru lainnya--ikut serta dalam babak kualifikasi. Termasuk di antaranya adalah Afrika Selatan, yang selama ini absen karena masalah politik apartheid.

Negara besar seperti Inggris, juara Piala Eropa 1992 Denmark, Uruguay, Skotlandia, Portugal, Polandia, dan--sekali lagi--Prancis gagal lolos. Sedangkan Yugoslavia harus absen karena perang dengan Bosnia.

Juga ada drama. Diego Armando Maradona, pahlawan Argentina 1986, mencetak gol menawan ke gawang Yunani sebelum ditendang karena ketahuan positif menggunakan kokain.

Tragedi menimpa Andres Escobar. Gol bunuh diri Escobar saat Kolombia dikalahkan tuan rumah Amerika Serikat 2-1 membuat dirinya terbunuh.

Pada perempat final, Brasil harus berhadapan dengan tujuh tim asal Eropa. Salah satunya adalah Italia.
Perjalanan Gli Azzurri nyaris saja terhenti di putaran pertama. Kalah dari Irlandia 0-1, imbang dengan Meksiko 1-1, dan menang atas Norwegia 1-0, Italia menghadapi Nigeria di putaran kedua.

Di babak 16 besar, tertinggal 0-1, pertandingan tinggal 90 detik, bermain dengan 10 pemain, keajaiban muncul. Roberto Baggio mencetak dua gol untuk mengalahkan Nigeria 2-1.

Gol Baggio pula yang memastikan kemenangan Italia atas Spanyol 2-1 di perempat final. Di semifinal, dua gol Baggio memberikan kemenangan 2-1 atas Bulgaria, negara yang tak pernah menang dalam 16 pertandingan Piala Dunia, tapi mampu menyingkirkan juara bertahan Jerman.
Brasil menjadi tim paling konsisten. Di babak pertama, tim Samba mengatasi perlawanan Rusia 2-0, Kamerun 3-0, dan imbang dengan Swedia 1-1 sebelum menghapus mimpi tuan rumah AS 1-0 di putaran kedua.

Perempat final antara Brasil dan Belanda barangkali bisa disebut Match of the Tournament. Unggul lebih dulu 2-0 sebelum disamakan, Brasil akhirnya menang 3-2 berkat tendangan bebas Branco.

Di semifinal, Brasil bertemu dengan tim kejutan Swedia, tim paling produktif di Piala Dunia kali ini dengan 15 gol. Namun, dalam pertandingan ini, Romario Faria memastikan kemenangan Brasil 10 menit menjelang bubaran.

Megahnya Piala Dunia 1994 justru mengecewakan di partai puncak saat Brasil melawan Italia, dua negara yang sama-sama pernah memenangi Piala Dunia sebanyak tiga kali.
Partai yang secara teori akan menjadi partai final ideal berubah menjadi sebuah pertandingan yang melibatkan fisik dan membosankan. Dan untuk pertama kalinya sang juara harus ditentukan melalui titik penalti. Tak ada gol tercipta. Inilah pertama kalinya final Piala Dunia diakhiri dengan adu penalti.

Baggio, yang semula menjadi pahlawan pujaan Skuadra Azzurra berbalik menjadi musuh nomor satu. Dari kakinya pula kekecewaan tifosi Italia berasal. Tendangan Baggio, yang menjadi eksekutor terakhir Italia, melayang di atas mistar gawang Claudio Taffarel.
Brasil kembali merebut juara, 24 tahun setelah sukses terakhirnya pada 1970 di Meksiko. Brasil juga menjadi tim pertama yang merebut lambang supremasi sepak bola dunia ini sebanyak empat kali.

Piala Dunia 1990

Tak ada permainan cantik, tak ada gocekan indah, tak ada tujuan dari permainan sepak bola: mencetak gol. Piala Dunia Italia 1990 menyajikan cerita tersendiri.

Semangat permainan bertahan ala tuan rumah yang dikenal dengan sebutan cattenaccio seolah mempengaruhi penampilan hampir ke-24 tim finalis.

Dilihat dari banyak sisi, inilah Piala Dunia paling menjemukan sepanjang sejarah. Semula, Italia 1990 diprediksi bakal menjadi turnamen besar. Enam juara--Italia, Argentina, Brasil, Jerman Barat, Uruguay, dan Inggris--ikut ambil bagian.

Anehnya, inilah Piala Dunia yang paling minim gol, tapi dengan kartu merah paling banyak. Hanya 115 gol tercipta dalam 52 pertandingan atau rata-rata 2,21 per pertandingan. Sedangkan wasit mengeluarkan 16 kartu merah dan 164 kartu kuning atau rata-rata 3,46 per pertandingan. Sebuah rekor lain.

Pada penyisihan grup, satu-satunya hasil mengesankan justru dibuat Kamerun. Dipimpin Roger Milla, Kamerun menyikat juara bertahan Argentina 1-0 dan Rumania 2-1 meski kalah 0-4 dari Uni Soviet. Di babak kedua, Milla melesakkan dua gol untuk menyingkirkan Kolombia 2-1. Langkah Kamerun baru terhenti di perempat final (2-3) oleh Inggris.

Memasuki putaran kedua, pertandingan mulai membosankan. Dari delapan partai, tiga di antaranya harus dilalui dengan perpanjangan waktu, Kamerun versus Kolombia 2-1, Spanyol melawan Yugoslavia 1-2, dan Inggris menghadapi Belgia 1-0. Bahkan satu pertandingan harus berakhir dengan penalti, Irlandia melawan Rumania 5-4 (0-0).
Adu penalti seolah menjadi rutinitas. Dua partai semifinal harus dilalui dengan tos-tosan.

Partai Inggris-Jerman Barat di Stadion Delle Alpi, Turin, dibuka dengan gol Andreas Brehme pada menit ke-60. Gary Lineker menyamakan kedudukan sepuluh menit menjelang pertandingan usai.

Perpanjangan waktu tak mengubah hasil sampai Stuart Pearce dan Chris Waddle gagal mengeksekusi penalti. Jerman Barat sekali lagi lolos dari semifinal berkat adu penalti, seperti Piala Dunia 1982 Spanyol saat mengalahkan Prancis.

Semifinal lainnya mempertemukan tuan rumah Italia dan Argentina di Stadion San Polo, Naples, kota yang penduduknya justru mendukung Argentina dan bukan Italia.
Italia lebih dulu unggul lewat Salvatore "Toto" Schillaci, top scorer turnamen dengan enam gol. Diego Maradona yang kala itu menjadi bintang pujaan Napoli tampil menawan dan memberikan umpan matang bagi Claudio Cannigia untuk menyamakan kedudukan.

Kiper Argentina, Sergio Goycochea, menjadi pahlawan dengan menggagalkan penalti Roberto Donadoni dan Aldo Serena. Fakta yang menjadi tragedi bagi seluruh pendukung Italia.

Argentina sendiri juga punya catatan unik. Tim Tango lolos sampai ke final meski hanya dua kali menang dan total hanya melesakkan lima gol. Catatan lain, tak satu pun dari gol itu dibuat Maradona.

Partai final, 8 Juli 1990 di Stadion Olimpico, Roma, menjadi partai final paling menjemukan sepanjang sejarah. Sebanyak 73.603 penonton yang hadir hanya menyaksikan satu gol, itu pun--kembali--ditentukan dari titik penalti!

Jerman Barat ditangani Franz "Die Kaizer" Beckenbauer--kapten tim Panser saat merebut gelar juara Piala Dunia 1974--tampil lebih baik. Tim Panser diperkuat segudang bintang, seperti Lotthar Matthaeus, Andreas Brehme, Rudi Voeller, Juergen Klinsmann, Juergen Kohler, dan Thomas Hassler.

Pada putaran pertama, Jerman Barat menjadi pemimpin grup D setelah menundukkan Yugoslavia 4-1, Uni Emirat Arab 5-1, serta imbang 1-1 dengan Kolombia. Pada putaran kedua, Belanda ditundukkan 2-1 sebelum mengalahkan Cekoslovakia 1-0 di perempat final dan adu penalti dengan Inggris 4-3 (0-0) di semifinal.

Argentina, yang hanya mengandalkan Maradona, tak bisa berbuat banyak saat wasit Edgardo Codesal Mendez asal Meksiko menunjuk titik putih. Brehme, yang menjadi eksekutor, dengan dingin menaklukkan Goycochea hanya lima menit menjelang pertandingan usai.

Tim Panser pun menyamai rekor Italia dan Brasil sebagai negara sepak bola nomor satu untuk ketiga kalinya.