25 Desember 2007

Piala Dunia 1986

Bicara Piala Dunia 1986 Meksiko berarti kita harus bicara tentang Diego Armando Maradona. Pemain yang memiliki banyak label: jenius, pahlawan, bintang, aktor, pemain berbakat, penjahat, licik, bahkan penipu di lapangan hijau.

Semua label itu menunjukkan bagaimana kompleksnya kemampuan seorang Maradona. Tanpa mengurangi kontribusi pemain Argentina lainnya, kehadiran pemain berjuluk si Boncel ini mengantar Argentina merebut gelar juara untuk kedua kalinya.

Meksiko menjadi tuan rumah Piala Dunia ke-13, menggantikan Kolombia yang mundur karena masalah finansial. Kurang dari setahun menjelang turnamen, Meksiko porak-poranda dihantam gempa raksasa yang menewaskan 30 ribu orang lebih.

Gempa itu hampir saja menghapus mimpi Meksiko menggelar event empat tahunan tersebut. Tapi karena sebagian besar stadion sepak bola masih utuh, FIFA memutuskan turnamen tetap dilaksanakan di Meksiko.

Format yang digunakan masih sama dengan Spanyol 1982, ke-24 tim finalis dibagi dalam enam grup. Perbedaannya, pada putaran kedua--yang diikuti 16 tim--menggunakan sistem gugur.

Udara tipis dan cuaca panas membuat tim-tim Amerika Selatan--seperti Brasil--lebih diunggulkan.
Brasil ada di daftar pertama. Dengan bintang seperti Zico, Eder, Falcao, Socrates, dan Carlos, Selecao menjadi tim yang disegani.

Argentina? Hanya punya Maradona.

Dari Eropa ada juara Piala Eropa 1984, Prancis. Les Bleus yang diperkuat Michel Platini, Alain Giresse, Jean Tigana, dan Louis Fernandez dianggap sebagai tim dengan lapangan tengah paling solid.

Meski hanya menempati posisi kedua--di bawah Uni Soviet--di penyisihan grup, Prancis menyingkirkan juara bertahan Italia 2-0 di putaran kedua. Bahkan di perempat final di Guadalajara, Prancis mampu menyingkirkan Brasil lewat adu penalti.

Bermain imbang 1-1 hingga babak perpanjangan waktu, kedua tim harus menentukan pemenang melalui adu penalti. Meski Platini gagal, kiper Joel Bats mampu menggagalkan eksekusi Socrates dan Julio Cesar, Prancis menang 4-3 dan melaju ke semifinal.

Di semifinal, seperti di Spanyol empat tahun sebelumnya, Prancis menyerah di hadapan Jerman Barat, kali ini dengan skor 0-2.

Tapi bintang Meksiko 1986 adalah Maradona. Melewati hadangan Korea Selatan 3-1, Italia 1-1, dan Bulgaria 2-0 di babak penyisihan dan Uruguay di babak kedua, tim Tango harus bertemu dengan Inggris.

Maradona, sendirian, menekuk The Three Lions 2-1 lewat dua golnya, termasuk satu gol kontroversial yang dikenal dengan Hand of God.

Setelah menundukkan Belgia 2-0 di semifinal, Argentina menghadapi Jerman Barat.

Menjelang final 29 Juli 1986 di Stadion Azteca, Maradona yang kemudian terpilih sebagai The Player of the Tournament kemudian membuat pusing pelatih Jerman Barat saat itu, Franz Beckenbauer.

'Die Kaizer' menugaskan Lothar Matthaeus untuk menghalangi gerakan Maradona, tapi Maradona membuktikan tak ada yang bisa menghalanginya.

Meski tak mencetak gol, dari kaki Maradonalah tiga gol Argentina tercipta.

Bek Argentina, James Brown, mencetak gol pertama memanfaatkan kesalahan kiper lawan, Harald Shumacher. Pada menit ke-55, Jorge Valdano menambah keunggulan Argentina.

Tim Panser sempat bangkit. Karl-Heinz Rummenigge dan Rudi Voller mencetak gol pada menit ke-74 dan 80. Tapi Maradona, berkat umpannya, membuat Jorge Burruchaga mampu mencetak gol tujuh menit menjelang bubaran. Argentina menang 3-2 dan membawa trofi juara untuk kedua kalinya.

Tak pernah--sejak Pele 1970--ada pemain yang "sendirian" mampu memberikan kemenangan bagi timnya selain Diego Armando Maradona.

0 Comments: