25 Desember 2007

Piala Dunia 1990

Tak ada permainan cantik, tak ada gocekan indah, tak ada tujuan dari permainan sepak bola: mencetak gol. Piala Dunia Italia 1990 menyajikan cerita tersendiri.

Semangat permainan bertahan ala tuan rumah yang dikenal dengan sebutan cattenaccio seolah mempengaruhi penampilan hampir ke-24 tim finalis.

Dilihat dari banyak sisi, inilah Piala Dunia paling menjemukan sepanjang sejarah. Semula, Italia 1990 diprediksi bakal menjadi turnamen besar. Enam juara--Italia, Argentina, Brasil, Jerman Barat, Uruguay, dan Inggris--ikut ambil bagian.

Anehnya, inilah Piala Dunia yang paling minim gol, tapi dengan kartu merah paling banyak. Hanya 115 gol tercipta dalam 52 pertandingan atau rata-rata 2,21 per pertandingan. Sedangkan wasit mengeluarkan 16 kartu merah dan 164 kartu kuning atau rata-rata 3,46 per pertandingan. Sebuah rekor lain.

Pada penyisihan grup, satu-satunya hasil mengesankan justru dibuat Kamerun. Dipimpin Roger Milla, Kamerun menyikat juara bertahan Argentina 1-0 dan Rumania 2-1 meski kalah 0-4 dari Uni Soviet. Di babak kedua, Milla melesakkan dua gol untuk menyingkirkan Kolombia 2-1. Langkah Kamerun baru terhenti di perempat final (2-3) oleh Inggris.

Memasuki putaran kedua, pertandingan mulai membosankan. Dari delapan partai, tiga di antaranya harus dilalui dengan perpanjangan waktu, Kamerun versus Kolombia 2-1, Spanyol melawan Yugoslavia 1-2, dan Inggris menghadapi Belgia 1-0. Bahkan satu pertandingan harus berakhir dengan penalti, Irlandia melawan Rumania 5-4 (0-0).
Adu penalti seolah menjadi rutinitas. Dua partai semifinal harus dilalui dengan tos-tosan.

Partai Inggris-Jerman Barat di Stadion Delle Alpi, Turin, dibuka dengan gol Andreas Brehme pada menit ke-60. Gary Lineker menyamakan kedudukan sepuluh menit menjelang pertandingan usai.

Perpanjangan waktu tak mengubah hasil sampai Stuart Pearce dan Chris Waddle gagal mengeksekusi penalti. Jerman Barat sekali lagi lolos dari semifinal berkat adu penalti, seperti Piala Dunia 1982 Spanyol saat mengalahkan Prancis.

Semifinal lainnya mempertemukan tuan rumah Italia dan Argentina di Stadion San Polo, Naples, kota yang penduduknya justru mendukung Argentina dan bukan Italia.
Italia lebih dulu unggul lewat Salvatore "Toto" Schillaci, top scorer turnamen dengan enam gol. Diego Maradona yang kala itu menjadi bintang pujaan Napoli tampil menawan dan memberikan umpan matang bagi Claudio Cannigia untuk menyamakan kedudukan.

Kiper Argentina, Sergio Goycochea, menjadi pahlawan dengan menggagalkan penalti Roberto Donadoni dan Aldo Serena. Fakta yang menjadi tragedi bagi seluruh pendukung Italia.

Argentina sendiri juga punya catatan unik. Tim Tango lolos sampai ke final meski hanya dua kali menang dan total hanya melesakkan lima gol. Catatan lain, tak satu pun dari gol itu dibuat Maradona.

Partai final, 8 Juli 1990 di Stadion Olimpico, Roma, menjadi partai final paling menjemukan sepanjang sejarah. Sebanyak 73.603 penonton yang hadir hanya menyaksikan satu gol, itu pun--kembali--ditentukan dari titik penalti!

Jerman Barat ditangani Franz "Die Kaizer" Beckenbauer--kapten tim Panser saat merebut gelar juara Piala Dunia 1974--tampil lebih baik. Tim Panser diperkuat segudang bintang, seperti Lotthar Matthaeus, Andreas Brehme, Rudi Voeller, Juergen Klinsmann, Juergen Kohler, dan Thomas Hassler.

Pada putaran pertama, Jerman Barat menjadi pemimpin grup D setelah menundukkan Yugoslavia 4-1, Uni Emirat Arab 5-1, serta imbang 1-1 dengan Kolombia. Pada putaran kedua, Belanda ditundukkan 2-1 sebelum mengalahkan Cekoslovakia 1-0 di perempat final dan adu penalti dengan Inggris 4-3 (0-0) di semifinal.

Argentina, yang hanya mengandalkan Maradona, tak bisa berbuat banyak saat wasit Edgardo Codesal Mendez asal Meksiko menunjuk titik putih. Brehme, yang menjadi eksekutor, dengan dingin menaklukkan Goycochea hanya lima menit menjelang pertandingan usai.

Tim Panser pun menyamai rekor Italia dan Brasil sebagai negara sepak bola nomor satu untuk ketiga kalinya.

0 Comments: